Komnas Perempuan Ada Untuk Menghilangkan ‘Lupa Keadilan’

by - October 24, 2016


Intermezo

Nyaris pukul dua belas siang ketika saya sampai di shelter busway Latuharhari, dan terpaksa bertanya dengan dua pria yang menyandarkan motornya di taman, tidak jauh dari shelter busway. Karena apa yang saya cari tidak sesuai dengan keterangan Google Map, keterangannya tidak sampai 1 kilo meter dari shelter buy tersebut, tetapi kok sepanjang mata memandang tidak ada tanda-tanda gedungnya.

“Komnas Perempuan? “ salah seorang lelaki itu menatap saya dari ujung jilbab ke ujung boots  yang saya kenakan, sementara gadis kecil saya-Lintang yang ikut dalam perjalanan ini, tertawa-tawa. Mungkin dia merasa lucu melihat ekspresi lelaki tersebut. Seperti takjub dan  ngeri gitu loh, kenapa ya? Apakah penampilan saya seperti preman?

“Jauh, Mba, naik ojek saja.” Katanya sambil menawarkan motor temannya.

Dasar saya ini tipenya curigaan, saya ngeyel kalau deket tetapi mengingat waktunya mepet. Takut telat parah, maka saya setuju naik ojek dan...lumayan jauh bo! Cuma disuruh bayar Rp10.000, saya dikira aktifis perempuan...hahahaha. Memang seperti apa sih Komnas Perempuan itu, apakah seperti LSM wanita lainnya? Dulu jaman single, saya pernah ikut-ikut aktifitasnya dan berteman baik, seperti Jurnal Perempuan, Institut Ungu, bahkan buat Institut Ungu saya inget tahun 2002 datang ke acara peresmiannya di Taman Ismail Marzuki.

Ulang Tahun ke 18 KOMNAS PEREMPUAN

Sampai di gedung Komnas Perempuan, ternyata lebih dekat dengan shelter busway Halimun, bisa ditempuh dengan jalan kaki. Acara dimulai setelah makan siang dengan hidangan menu Manado yang menyengat lidah, setelah itu dibuka oleh wakil ketua Komnas Perempuan,  Yuniyanti Chuzaifah. Dibalut blouse putih, Mba Yuni berdiri di depan undangan, apa yang terjadi? Menahan air mata...

Mba Yuni-Wakil Ketua Komnas Perempuan
Komnas Perempuan atau Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan  didirikan 15 Oktober 1998 dan merupakan salah satu Lembaga HAM Nasional di Indonesia. Alasan berdirinya Komnas Perempuan adalah sebuah peristiwa yang terjadi 18 tahun lalu, berakar dari tragedi kekerasan seksual yang dialami terutama perempuan etnis China dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia. Kerusuhan yang menjadi salah satu tragedi sejarah kelam di Indonesia.

Mengutip Dewi Anggraeni-Kontributor Tempo dan penulis buku “Tragedi Me 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan”:

4 energi yang membidani lahirnya Komnas Perempuan:
  • a sense of outrage: Rasa marah yang mendalam dan tidak percaya bahwa elemen-elemen bangsa Indonesia bisa melakukan kejahatan seperti itu.
  • a sense of decency: Naluri dasar norma-norma kelayakan
  • Basic humanity: Naluri dasar kemanusiaan yang muncul berbarengan dengan tergugahnya rasa nurani masyarakat.
  • a colletive sense of shame: Naluri rasa malu kolektif.
Menghilangkan ‘Lupa Keadilan’

Blogger dan beberapa undangan lain yang menghadiri acara ini, mendengarkan cerita Mba Yuni seperti terbawa pada peristiwa 18 tahun lalu. Saat itu saya sudah bekerja di sebuah kantor swasta di bilangan Bangka-Kemang, menjadi saksi bagaimana seorang teman china harus meminjam jilbab untuk mengamankan diri, bahkan istri dan anak boss kantor yang etnis China, mengungsi ke Canada sampai kerusuhan usai.


Yang mereka takuti bukan sekedar penjarahan harta, dimana saya lihat mall, toko, dibakar dan dijarah isinya. Wilayah Pasar Minggu- Jakarta Selatan yang tidak jauh dari saya tinggal jadi lautan api dan penjarahan, nyaris semua gerbang dan pintu ditulisi: KAMI PRIBUMI! Namun yang paling ditakuti kaum wanita etnis China ini adalah...PEMERKOSAAN. Meski saya tidak menjadi saksi adanya kasus tersebut, namun beritanya membuat masyarakat (khususnya perempuan etnis China) dilanda ketakutan.

Dan ternyata berdasarkan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan 13-15 Mei 1998 pada Kerusuhan Mei 1998, fakta menunjukkan setidaknya ada 85 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, mayoritas dari etnis Tionghoa; 52 perkosaan gang rape, 14 perkosaan dengan penganiayaan, 10 penganiayaan serta 9 pelecehan seksual. Ini fakta yang konon nyaris dilupakan sebagaian orang, mungkin juga diri saya sendiri.


Selesai sesi Mba Yuni, para undangan dibawa keliling gedung Komnas Perempuan yang penuh mural, tentu saja mural tersebut mengusung ‘perempuan’. Meski dikemas dengan warna-warna cantik, setiap lukisan menggambarkan kedukaan setiap perempuan yang menjadi korban kekerasan.

Selain mural, terdapat banyak pernak-pernik perjalanan Komnas Perempuan dalam kancah memperjuangkan keadilan terhadap perempuan-perempuan korban kekerasan. Foto-foto,  lembaran surat kabar (media cetak), menjadi saksi perjalanan Komnas Perempuan. 


Dan, ketika saya pulang, berjalan kaki diantara gerimis bersama putri saya, saya terkenang dengan  kalimat ini:

Apabila kerja memberikan keadilan bagi korban kekerasan adalah sebuah mimpi, apakah kita akan membiarkan korban juga bermimpi untuk dapat pulih dari  kekerasan yang dialaminya? (Saparinah Sadli, 2001)

Yuk, mari perempuan jangan tenggelam dalam dukamu. Ada wadah bagimu untuk berbagi, Komnas Perempuan bergerak di dalam segala segmen bagi perempuan yang mengalami kekerasan:


Komnas Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
Jl. Cikini Raya no.43
Jakarta Pusat
Tlp. (021) 315-2726
Twitter @sahabatysik

Atau Anda ingin berperan dalam Pundi Perempuan-Bersama Berbagi Daya yang  mana dana tersebut diperuntukan bagi pendampingan korban dan rumah aman, dukungan pemulihan perempuan korban dan keluarganya, dan dukungan akses untuk kesehatan perempuan pembela HAM, bisa langsung menghubungi Komnas Perempuan.



Menutup tulisan ini (di anak tangga gedung Komnas Perempuan): 

Bangsa yang besar adalah bangsa yang berani melawan lupa
Sebab kebenaran tidak dapat dibisukan
Dan sejarah manusia tak dapat dibungkam


You May Also Like

4 komentar

  1. Kalau inget Google Map suka inget pengalaman sendiri. Euh, kadang jauh banget. Tau-tau nyasar .. pusing deh kalau udah gitu.
    Iya Mbak, dengan nama komnasham perempuan agak-agak serem gitu sih, kesannya berbau kekerasan, teraniaya, dan lainnya.

    ReplyDelete
  2. Beda kalau yang nulis novelis ya. Enak dibaca reporsatenya.
    hehehehe...
    maaf komentarnya ngelantur dari tema tulisan :D

    ReplyDelete
  3. Kalimat-kalimat terakhir penutupan itu bikin merinding mbak. Yap, perempuan punya wadah di Komnas Perempuan

    ReplyDelete
  4. Terimakasih untuk infonya Mbak... sangat bermanfaat untuk dijadikan referensi jika suatu saat diperlukan menghubungi Komnas Perempuan.. :)

    ReplyDelete