Menyowani Alam Melalui Aksara (SASTRA HIJAU)

by - November 22, 2013

Aida MA-Naning Pranoto-Eni Martini- Yusi M dalam temu Sastra Hijau

Aku rindu pagi
Aku kangen jejak burung-burung gereja di pelataran
Dalam secangkir teh yang dikawinkan dengan madu
Aku merasa ditinggalkan
Alam yang dulu
Alam dicintai manusia dan mencintai manusia


Pagi di Paso yang tanpa embun, 23 Nov 2013





Berawal dari membaca sebuah undangan workshop Seni Menulis Sastra Hijau di wall Mba Naning Pranoto, yang akan diadakan di Gedung Manggala Manabakti, Jakarta 21 November 2013 saya pun langsung inbox beliau, tujuan pertama adalah merealisasikan ‘sebuah pertemuan’ dengannya yang selalu...’tertunda’ waktu. Lokasi Manggala Manabakit lumayan dekat lah di banding rumah beliau di Sentul, hehehehe. Tapi Insaallah tetap ingin sowan ke sana.

Woro-woro pun saya sebar ke group BAW(Be A Writer), ternyata yang bisa ikut hanya Aida MA, seorang penulis cantik asal Aceh dengan buku terbarunya: Kusebut Namamu Dalam Ijab dan Kobul. Mungkin karena bertepatan dengan hari kerja, jadi BAWers yang sibuk ngantor, sibuk anak sekolah dsb terpaksa tidak bisa ikut.

Berangkat pukul setengah sembilan pagi dengan diantar suami sampai tujuan pukul setengah sepuluh, saya titipkan anak-anak seharian ini kepada suami. Acara dimulai dengan peluncuran Sastra Hijau yang disertai musik anak bangsa, pembagian bibit tanaman kepada peserta, break maksi dengan nasi bakar yang membumi rasanya, sungguh mengalahkan restoran cepat saji J
Sekitar pukul setengah dua acara selanjutnya dibuka oleh penulis Soesi Sastro yang dibalut baju hijau ayu mengulas tentang bumi kita, tentang tangis alam yang tertahan badai di perutnya...lanjut kembali Workshop Menulis Cerpen Sastra Hijau, persiapan Lomba Menulis Cerpen genre Sastra Hijau Perhutani Green Pen Award oleh Naning Pranoto yang dibawakan dengan komikal namun seriuuuuus. Karena sisi komikalnya ini membuat tawa saya kadang bak BOOM dalam ruang Rimbawi nan dingin itu..hahahahaha.

Dalam balutan baju hitam, garis-garis bak pelangi merah, biru, kurang kuningnya hehehe..sosok wanita berambut indah, lurus menjela melebihi bahunya, dengan karakter wajah khas menyampaikan tentang sastra hijau, sesekali bermonolog....Apa sih SASTRA HIJAU???

Kondisi bumi yang bak batang pohon rapuh, wajib untuk diselamatkan. Salah satu upaya penyelamatan melalui budaya (cultura) terutama dengan memanfaatkan kekuatan sastra, baik dalam bentuk prosa maupun puisi. Karena sastra memiliki potensi ampuh dalam menyadarkan  nurani tanpa kekerasan dan propaganda karena itulah dibentuk Sastra Hijau, yang oleh Ahmad Tohari disebut sebagai Sastra Imani. Sastra Imani yang mampu meningkatkan kesadaran hidup bergantung kepada alam (bumi dan isinya). Atau oleh Cheryll Glotfelty dan Harold Fromm disebut juga sebagai ekokritisisme, konsep kearifan melalui ekologi dipadu dalam karya sastra.

Diminta cuap-cuap tentang motivasi saya menulis&tanggapan saya terhadap Sastra Hijau
Sungguh, ini membuka mata saya lebar-lebar akan kesadaraan tentang mencintai dan mengajak manusia mencintai bumi melalui karya, bahkan saya jadi menyadari salah satu buku saya: Sehelai Daun Kapuk Randu, Soul Travel In Baduy, merupakan sebuah karya menyowani alam dengan aksara...hehehehe, tentu ini bahasa saya sendiri karena saya belum PD untuk mengatakan sebagai Sastra Hijau, Insaallah saya akan membuat karya ke arah itu. Tentu juga sebagai pelaku, sebab apalah artinya sebuah aksara yang mengulas ketiadaan bumi untuk menjadi ada ketika kita si penulis, individu itu sendiri....bukan pelaku, hanya seorang dalang aksara. Kekaguman saya pada Ahmad Tohari semakin menjadi, bukunya Ronggeng Dukuh Paruk sebagai Sastra Hijau, dimana beliau pun pelaku Sastra Hijau, hidup bertani sambil menulis.


Tidak hanya itu, lantas saya juga teringat teman-teman di BAW, seperti Yeni Mulati Ahmad atau Affifah Afra dalam bukunya Kesturi dan Kepodang Kuning, Shabrinas WS dalam dan Riawany Elyta dalam PING, Shabrina WS dalam Always be In Your Heart, merupakan sebuah karya Sastra Hijau.

Di negara-negara maju gerakan sastra hijau sudah digalakan sejak dahulu, di Indonesia meski pengertian sastra hijau masih sedikit asing ternyata pada kenyataannya penulis-penulis Indonesia sudah menelurkan buku-buku dengan genre sastra hijau. Bahkan kini dimotori oleh PERHUTANI melalui para sastrawan seperti Naning Pranoto DKK... Sastra Hijau semakin diusung di Indonesia.

Karena itu yuk, sebagai penulis kita menjadi pelaku dan yang menuliskan tentang penyelamatan dunia, berikut ini ada info lomba dari PERHUTANI, siapa yang bernapas di bumi wajib ikut!

Lomba Menulis Cerita Pendek Hutan & Lingkungan
PERHUTANI GREEN PEN AWARD
Berhadiah
Uang Tunai, Piagam dan Buku Menulia Sastra Hijau Bersama Perhutani


Peserta Kategori A (Pelajar SLTP dan SLTA)
Peserta Kategori B (Mahasiswa, Guru, Dosen, Penulis/Pengarang dan Umum)
Syarat-Syarat Lomba:

1. Peserta lomba adalah: Warga Negara Indonesia, Pelajar SLTP dan SLTA (Kategori A) dan Mahasiswa, Guru, Dosen, Penulis/Pengarang dan Umum (Kategori , di di Tanah Air maupun yang bermukim di luar negeri

2. Lomba dibuka 22 November 2013 dan ditutup 22 Februari 2014 (Stempel Pos/Jasa Kurir)

3. Judul bebas, tema cerita: Kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya (binatang dan tumbuhan) dengan berbagai aspeknya terkait dengan hutan dan lingkungan hidup yang melingkupi eksistensi bumi 

4. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia yang benar, indah (literer) dan komunikatif. Boleh menggunakan jargon bahasa daerah, bahasa asing dan bahasa gaul untuk segmen dialog para tokoh cerita

5. Naskah yang dilombakan karya asli (bukan jiplakan, terjemahan atau saduran) dan belum pernah dipublikasi

6. Panjang naskah 5 – 10 halaman A4, ditik 1,5 spasi dengan huruf Times New Roman ukuran 12 font, margin standar.

7. Naskah diprint sebanyak 2 (dua) rangkap, file dimasukkan dalam CD dilampiri Biodata dan Identitas (Kategori A melampirkan fotocopy Kartu Pelajar/Surat Keterangan dari Sekolah; Kategori B melampirkan Kartu Mahasiswa/KTP bagi Mahasiswa, Guru, Dosen dan Umum melampirkan Fotocopy KTP). Cantumkan alamat, Telepon/HP dan E-mail yang mudah dikontak.

8. Peserta wajib melampirkan tulisan singkat tentang salah satu kegiatan Perum Perhutani. Tulisan ditik rapi sebanyak 70 – 100 kata, diperbolehkan menambahkan foto apabila ada. Sumber informasi mengenai Perum Perhutani dapat diaskes di Situs Remi: www.perumperhutani.com atau dari internet, surat kabar, majalah dll dengan menyebut sumbernya

9. Peserta mengirimkan karya i 1 (satu) judul, maksimal 2 (dua) judul, dikirimkan ke Panitia Lomba Menulis Cerpen Hutan dan Lingkungan (LMCHL) Perum Perhutani – Jl. Gedung Hijau I No.17 Pondok Indah, Jakarta Selatan 12450

10. Naskah yang dilombakan menjadi milik penyelenggara, hakcipta pada pengarang

11. Pemenang diumumkan 22 Maret 2014 melalui Situs:www.perumperhutani.com, www.rayakultura.net dan Grup-Grup Penulis di Jejaring Sosial

12. Hadiah Bagi Pemenang Kategori A
- Pemenang 1: Perhutani Green Pen Award + Uang Tunai Rp 4.000.000,-
- Pemenang 2: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 2.000.000,-
- Pemenang 3: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 1.000.000,-
- 3 (Tiga) Pemenang Karya Unggulan, masing-masing mendapat hadiah Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 750.000,-
- 50 (Lima Puluh) Pemenang Harapan mendapat Piagam Perhutani Green Pen Award
13. Hadiah Bagi Pemenang Kategori B
- Pemenang 1: Perhutani Green Pen Award + Uang Tunai Rp 5.000.000,-
- Pemenang 2: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 3.000.000,-
- Pemenang 3: Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 2.000.000,-
- 3 (Tiga) Pemenang Karya Unggulan, masing-masing mendapat hadiah Piagam Perhutani Green Pen + Uang Tunai Rp 1.000.000,-
- 50 (Lima Puluh) Pemenang Harapan mendapat Piagam Perhutani Green Pen Award

Catatan:
1. Seluruh Pemenang mendapat Buku Seni Menulis Sastra Hijau
2. Informasi Perhutani Green Pen Award dapat diakses diwww.perumperhutani.com dan www.rayakultura.net 
3. Bagi yang ingin mendalami Sastra Hijau dapat mengakses Artikel-artikel Penulisan Sastra Hijau di Situs: www.rayakultura.net

Jakarta, 22 November 2013
Naning Pranoto – Koordinator Lomba
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan akhir dari perjalanan saya bersama Aida MA, keluar ruang Rimbawi diantar Yusi, salah satu undangan workshop Seni Menulis Sastra Hijau atas nama FLP, yang juga merupakan BAWers. Gadis muda itu bercerita tentang halaman hatinya, sampai pelataran PERHUTANI... saya menuju lampu merah mencari angkotan kota, Aida MA menuju stasiun Pal Merah yang padat, Yusi kembali ke dalam karena memang acara belum usai sepenuhnya.

Mengapa saya dan Aida MA memilih pulang sebelum usai? Beginilah seorang ibu, menjemput ilmu, impian namun tetap terpahat untuk kembali pulang bagi anak-anaknya. Menembus Jakarta yang padat, saya harus berganti angkutan umum sebanyak 4 kali, ba’da Magrib baru sampai rumah dengan kondisi tidak ada nasi dan lauk, hahahaha...! Bagaimana pun juga rumah terasa indah jika ada ibu dan ini adalah perjalanan pertama saya dari pagi hingga malam tanpa anak-anak dan suami... hehehehe. Malam pun ditutup dengan makan nasgor kaki lima bersama anak-anak dan suami, MERDEKA!

Sayonara


#Sumber: Seni Menulis Sastra Hijau Bersama Perhutani-Naning Pranoto


You May Also Like

0 komentar