Pasar Seni;Ekspresi Jiwa-Jiwa Manusia

by - November 04, 2013

Menuju Pasar Seni - Parkir Timur Senayan
Sebenarnya datang ke acara ini merupakan ketidak sengajaan, karena awalnya saya, suami dan anak-anak mengunjungi Indonesia Book Fair di Istora Senayan untuk berburu buku seperti biasa. Sayang, IBF tidak memberi diskon yang membuat kami 'kalap' belanja buku. Harga-harganya bahkan ada yang lebih murah di toko olshop kami. Banyak juga penerbit yang kami cari, tidak ikut IBF.

Jadi lah tidak memakan waktu lama kami cabcus dari IBF, mampir makan di warung tenda yang banyak di parkiran. Perhatian: kalau gak lapar-lapar amat jangan makan di areal situ, sebab MAHAL&GAK ENAK. Sebagai contoh: Nasgor biasa dengan citra rasa kecap sama telur dipatok Rp.18.000.-.

Dalam perjalanan akan pulang kami tertarik begitu melihat dari kejauhan, ada sebuah perahu besar sekali terbuat dari rakitan bambu... WOW!

Perahu bambu

Di atas perahu dari rakitan bambu itu kami melihat aktraksi anak-anak muda bermain musik dari barang bekas seperti: drum plastik, botol bekas minuman, dll yang dipukul, menimbulkan ritme yang indah. Namun kami tidak sempat memfotonya karena saat kami datang sudah usai, rupanya sekedar gladik resik untuk acara malamnya. 

Saat akan memasuki areal perahu, ternyata kami dihadang pintu loket yang dijaga dua wanita cantik dengan bulu mata 'ajaib' bak sikat botol susu. Padahal wajahnya cantik tanpa benda yang membuat mata mereka lebih mirip jenggot gondrong >.<

"Seorang lima belas ribu." kata salah seorang penjaga tiket itu. Saya tidak dapat menemukan bola bening di matanya karena tertutup sebagian bulu mata yang maha lebat.
"Memang ini acara apa yah, Mba?" saya bertanya polos, karena memang belum tahu. Saya pikir pertunjukan seni yang tanpa bayar gitu. Lumayan kan, tiga orang Rp.45.000.- (yang mereka hitung waktu saya beli tiket, untuk 3 orang).
"Acara Pasar Seni, Mba..."
"Oya?" saya jadi ingat jambore Pasar Seni di Ancol, 10 tahun lalu. Dimana saya ikut tampil bersama anak-anak Pasar Seni dan Theater Omyang.
"Dari kapan acaranya, Mba?
"Tanggal 3 sampai 5 Nopember."

Obrolan singkat nan padat, lalu...
Trantaaam...Aneh! Kenapa uang saya selembar lima puluh ribu, dikembalikan dua puluh ribu. Secara matematika seharusnya kembali lima ribu perak . Ehmmm... mungkin mereka melihat suami saya mirip seniman hahaha (gak nyambung), atau matematika mereka dibawah 6, entahlah. 

Sampai areal dalam kami disuguhkan jajaran tenda-tenda putih, ada tenda lukisan, keranjinan tangan, aneka batik yang dibuat menjadi aksesoris mulai gelang-kalung dengan harga sangat murah, yaitu Rp.15.000-20.000.-, disainnya lumayan unik. Seperti tali-tali dari kain batik yang dirakit menjadi jalinan-jalinan, ada yang mirip sarang laba-laba. Kalau kalung harga mulai Rp.30.000-35.000.- dengan disain cantik mirip rangkaian bunga, bola-bola, dll. 

Tenda Batik
Mata saya pun langsung jatuh pada dress batik unik ungu bertumpuk dengan harga Rp.80.000.-, sebagai penggemar batik, saya tahu harga dress itu kalau di toko...WADUH! 
Gimana gak kalap, karena si Mas penjaga yang baik itu memberi penawaran: dress ditambah kalung bermotif senada hanya dibandrol RP100.000.-... hiks, jadi belanja deh.
Sayang, dress untuk anak-anak tidak ada, aksesoris size Lintang juga sudah habis.




Anak-anak dan suami yang rada bete melihat saya berlama-lama di tenda batik, keliling ke areal lain. Mereka asyik melihat beberapa orang yang berekspresi melukis dengan rol untuk cat dinding, melihat berbagai hasil karya seperti lukisan, patung, dan karya-karya ajaib yang belum masuk akal anak-anak. Mungkin juga saya, sebab saya tidak tahu apa maksud dari sebuah botol bening macam bekas selai, yang disusun berderet-deret. Berisi kawat-kawat kecil aneka bentuk, ada yang berbentuk wayang. Kawat-kawat tersebut disambungkan ke sebuah pegas, yang bila diinjak membuat semua kawat di botol bergerak, menimbulkan bunyi yang mendenging. Efek dari benturan kawat ke dinding botol secara serempak dengan ritme yang cepat.

sebuah karya anak bangsa
maha karya
Kami juga melihat deretan tanaman padi, yang membuat Lintang dan Pijar inters waktu saya beri tahu, itu pohon nasi. Serempak mereka bertanya dan mencoba sebutir padi yang tua untuk digigit, setelah dikupas dari kulitnya.
"Rasanya sepet, Bu," kata Lintang

tanaman padi (saya membahasakannya pohon nasi)
Mimik mereka sepertinya takjub luar biasa. Sama takjubnya ketika melihat komedi putar dengan penghuni mahluk-mahluk hasil kreasi seni...
"Komedi Helloweeeeen," komentar Lintang
"Komedi setaaaan," kata Pijar sok tahu
Saya dan suami hanya tertawa, dalam hati sama takjubnya dengan dua krucils itu.

komedi setan
Kami juga mampir di tenda yang menyuguhkan sebuah hasil karya membuat kertas dari batang pohon SAEH. Tahukah pohon Saeh? 
Pohon tanpa bunga dan buah ini ternyata banyak tumbuh di Garut selain Ponorogo, Sumenep, Dayak, Kubu, Banggai. Kertas dari pohon Saeh dinamakan Daluang di Jawa Barat, kertasnya dihasilkan dari kulit kayu yang telah dikupas, lalu dipipihkan dengan cara dipukuli hingga pipih dan halus. Selain digunakan sebagai kertas, bisa sebagai bahan untuk pakaian, karena bahannya nyaman.

Ki-Ka: Proses membuat daluang dari pohon Saeh- Kertas daluang sudah jadi-Menorehkan TTD di daluang

Saya mencoba menggoreskan tanda tangan diatas selembar Daluang, ternyata empuk dan enak untuk menulis. Selembar daluang berukuran 30x30 cm dijual seharga Rp30.000.-. Menurut saya sangat amazing dibuat menulis puisi lalu dibingkai, atau dibuat menggores sketsa diatasnya. Sebuah pengetahuan baru buat kami tentang cerita pohon Saeh. Bagian dari kekayaan negeri  ini, Indonesia.

Setelah cukup melihat dan mendengarkan tentang pohon Saeh yang menjelma menjadi kertas Daluang, kami berkeliling kembali. Sensor saya selalu bekerja setiap ada barang-barang yang 'klik'. Ternyata, saya berhenti di tenda yang menjual tenun Toraja, penjualnya nona cantik yang ramah. Di tenda ini, kain tenun toraja sudah didisain aneka rupa, mulai pemanis di alas kaki, dompet, syal, kalung, belt, sampai di celana model hareem. Sungguh, saya memang tergila-gila dengan hal-hal berbau Indonesia, apapun itu.

Tapi sedih melihat bandrol dompet bercorak tenun Toraja, dompet mungil itu nyaris mencapai harga RP.200.000.-, berpindah dari dompet, saya jatuh hati dengan celana harem yang dibagian pinggangnya sebatas pinggul, dipermanis kain tenun Toraja. Saya memperkirakan harganya sekitar Rp.200.000.-, mengingat kain tenun Torajanya hanya digunakan sebagai ornamen pemanis, selebihnya dari bahan kain biasa.

Celana dengan ornamen Tenun Toraja seharga Rp.600.000.- yang bikin mewek

"Berapa, Mba?" tanya saya basa-basi. Saya yakin banget, harga bazar pasti sekitar Rp.200.000.- 
"Enam ratus ribu, Bu..."
GUBRAAAAAKKKK!
Gigit dompet sekuat tenaga, buat saya buget segitu tidak boleh sekedar untuk beli baju T.T, dalam hati: Gimana bangsa Indonesia dapat menikmati keindahan bangsanya, buat memiliki harganya luarbiasa. Bukan, saya tidak menghargai nilai seni bangsa ini. Tapi, sungguh saya pengen memilikinya, bangga memakainya, walau hanya merupakan ornamen kecil saja, namun harganya diluar jangkauan saya.

Apakah, masyarakat Toraja yang menenunnya juga mendapat nilai sepadan, bukan hanya si nona cantik yang menjualnya dengan amat mahal???

Berlalu dari tenda tenun Toraja yang membuat saya melamun sedih, namun dihibur oleh suami, siapa tahu nanti kamu punya pembaca dari Toraja dan dapat memiliki dengan harga terjangkau, aamiin...
Kami melihat barisan anak-anak muda laki-laki dan perempuan memakai atribut suka-suka, aneh-aneh. Ada yang celana kolor polkadot atasannya kemeja rapi, ada yang pakai topi-topi jaman baehula, dll. Juga menyaksikan pertunjukan ogok-ogok, atau wayang besar yang digerakan orang didalamnya, diiringi tabuhan tradisional. Ogok-ogok itu bergerak-gerak seperti tengah bertarung.

Ogok-Ogok

Karena Lintang agak ngeri melihat tampilan si ogok-ogok, kami tidak menonton lama. Kembali berkeliling, Pijar sempat minta foto dengan anak muda laki-laki dan perempuan yang mengenakan atribut ala kartun Jepang. Dia terkagum-kagum dengan pedang besar yang dibawa anak muda laki-laki berpakaian kartun Jepang itu.

kreasi anak muda
Lintang dan Pijar juga sempat ternganga dengan aktraksi seorang anak muda kerempeng, berambut lurus yang panjang kekuningan macam rambut jagung. Anak muda itu menempelkan kata-kata tentang pembebasan karya seni, menggunakan lakban di jalan beraspal yang banyak di lalui pengunjung. Lalu tergeletak disitu dengan cueknya...
Ekspresi jiwa
Beberapa anak muda laki-laki yang berambut gimbal,melukis wajahnya bak genderuwo sangking seremnya, itu menurut penglihatan Lintang >.<

Setelah puas keliling, meski tidak keliling ke semua areal karena Lintang yang punya basic takut badut, rada takut ketemu ogok-ogok kalau keliling terus. Jadilah kami istirahat, duduk di kursi panjang dari bambu. Pas di depan perahu besar, yang dirakit dari bambu dan hanya menggunakan tali sabut. Besar sekali perahu itu, membuat kami diruahi aneka rasa: kagum, bangga.

 

Sungguh, negeri ini kaya sekali. 
Sungguh anak bangsa ini, Indonesia, sangat luar biasa.
Mereka hanya butuh wadah untuk menampung kreatifitas, gejolak,  luapan jiwa-jiwa mereka.
Lihatlah, aneka karya mereka yang ajaib-amazing-cerdas-gila-diluar nalar
Jikalau semua itu tanpa wadah yang positif...lihatlah efek kriminalis, hal-hal negatif di luar sana

INILAH PR BAGI PARA ORANGTUA DAN PEMERINTAH BANGSA INI
SEBAB, ANAK-ANAK MUDA ADALAH POTRET MASA DEPAN SEBUAH BANGSA

Sayang, hari semakin merapat ke arah malam. Sebenarnya Pasar Seni ini lebih gebyar malam, akan banyak pertunjukan. Tapi ada dua anak-anak yang saya dan suami bawa, Lintang & Pijar. Yang tampaknya sudah lelah akibat beberapa hari ini full acara.
Maka kami pulang dengan suasana ramai, celoteh Lintang dan Pijar tentang apa yang mereka lihat. Sampai di dalam busway menuju Ragunan, Pijar tertidur pulas... 



Paso, 11.29 Wib/ 5 Nopember 2013





You May Also Like

8 komentar

  1. Wah aku belum pernah ke pasar seni mak.

    ReplyDelete
  2. ini acaranya cuma tiga hari mak, kayaknya adanya setahun sekali

    ReplyDelete
  3. Wah, pengen tp di Surabaya blum nemu :-)

    ReplyDelete
  4. Wah... Asiknya jalan 2. Salam buat kk lintang ya.

    ReplyDelete
  5. @Rahmah: biasanya tiap daerah ada festival seninya mba. MUngkin Pasar Seni ini sejenis itu

    ReplyDelete
  6. @Mba Anik: Jalan-jalan yang kebetulan ^_^
    salam juga buat Kaka Ola dan Keen*namanya menginspirasi CERPENKU...

    ReplyDelete
  7. hihi seruuu, selalu blink2 kalo baca jalan2 yg ada shopping murmernya :D

    ReplyDelete
  8. Keren-kere mba, aku masih bermimpi yang kain tenun TORAJA

    ReplyDelete