5 Fakta Tentang Duniaeni

by - November 24, 2018





Sebenarnya agak bingung juga saat harus menulis 5 fakta dalam diri saya, bingung mau nulis apa dan penting banget gak sih fakta itu buat kalian atau yang baca blod saya, hahaha. Ditambah kira-kira aib gak ya, lima fakta itu? Baiklah, saya mikir dulu kira-kira 5 fakta apa dalam diri saya atau kehidupan saya yang perlu dan layak diketahui oleh umum.

Bismillah, moga 5 fakta ini bisa memberi inspirasi atau setidaknya penyemangat bagi kalian yang membacanya. Maksudnya jika ternyata Z dan kalian juga Z maka sama-sama senasib dan persamaan itu buat wanita, kadang bisa jadi support atau penguat hati. Tapi maaf ya, kalau fakta tersebut teryata biasa saja dan tidak memberikan inspirasi bagi kalian.

Berikut ini lima fakta tentang Duniaeni (baca : Eni Martini):

1. Mengawali Menulis Novel Dengan Komputer Pinjaman

Tahun 2003 awal saya menulis novel pertama saya dan saat itu tidak memiliki komputer, ada komputer kantor yang bisa saya pakai sesekali karena saat itu sulit sekali mencuri waktu kerja diantara kerjaan pribadi. Maka satu novel berjudul Sehelai Daun Kapuk Randu jadi dengan mengetiknya dari satu komputer ke komputer lain. Komputer teman yang saya pinjam paling jauh di Bekasi, jadi saya menempuh jarak Jakarta Selatan - Bekasi untuk mengetik novel saya.

Namun tidak ada kerja keras yang sia-sia karena dari sebuah karya saya bisa membeli komputer, saat itu terjual satu novel saya dengan fee kalau tidak salah Rp 4.000.000 dan langsung saya belikan komputer. Tahun itu komputer harganya masih selangit, Rp 4.000.000 itu second merk Toshiba yang kalau  barunya dibandrol sekitar Rp.10.000.000. Ampun deh!

Dari komputer itu lahirlah puluhan karya saya yang bisa menjadi jalannya rejeki anak-anak dikemudian hari, Alhamdullilah.

2. Menjadi Tukang Sapu Untuk Beli Buku Sekolah

Saya terlahir bukan dari anak orang kaya, namun lahir di lingkungan rumah-rumah besar yang kehidupannya menginspirasi sebagian perjalanan hidup saya. Orangtua memberikan apa-apa semua serba ngepas, jika saya ingin lebih maka harus mencari sendiri. Salah satu yang pernah saya jalani menjadi tukang sapu kebun di sebuah rumah besar dekat rumah orangtua saya.

Rumah itu besar sekali, penuh dengan ruang-ruang yang diisi barang-barang indah dan mahal, dari  hasil menyapu kebunnya yang dipenuhi bunga warna kuning dan merah, saya bisa membeli buku sekolah.

3. Bekerja Sebagai SPG Di Mall

Karena orangtua hanya bisa membiayai sekolah saya sampai SMA, maka saya hanya bisa bekerja sebagai SPG di sebuah mall waktu itu. Berdiri berjam-jam, menebar senyum, melayani para pengunjung, memberesi tumpukan pakaian yang diacak-acak pengunjung,  menghitung stock pakaian yang terjual dan datang. Berganti shif seminggu masuk pagi, seminggu pulang jelang malam.

Tahun 1997 gaji baru Rp150.000 dan saya memutuskan berhenti karena berpikir itu  bukan dunia saya, saya harus bekerja yang bisa mendukung saya untuk sekolah lagi dan menjadi seorang penulis. Dalam kondisi tidak ada uang, sulit mencari pekerjaan  karena tidak memiliki keahlian, saya nekat keluar kerja dari mall yang masuk saja harus diseleksi ketat dan banyak teman yang gugur atau tidak diterima.

Alhamdullilah, keberanian dan keyakinan membuat semesta mendukung langkah saya. Saya akhirnya bisa bekerja yang sesuai dengan keinginan dan bisa membiayai kuliah saya serta sekolah adik. Memang tidak mudah, tetapi tidak ada usaha yang sia-sia.

4. Wanita Dengan Banyak Bekas Luka Di Jiwa

Sebenarnya agak sungkan menulis ini, dan untuk pertama kalinya saya tulis. Mungkin bisa jadi sedikit membuang jejak rasa yang mengendap di hati atau mungkin sekedar bercerita dan anggap angin yang berlalu jika terlalu lebay, hahaha.

Ayah saya sangat keras karena dia juga bagian dari anak-anak yang pernah terluka di jamannya. Tidak perlu digambarkan seberapa dan bagaimana kerasnya, karena ketika hatinya sedang lembut dia adalah bak seekor harimau yang lemah lembut kepada anak-anaknya. Marah dan senyum setiap hari silih berganti bagai semudah mengubah canel TV., kadang mengaum, kadang tersenyum. Saya lelah, begitu yanng terasa dulu.

Saat tumbuh menjadi gadis remaja, saya pernah  mengalami kerasnya melindungi diri sebagai perempuan, tidak perlu diceritakan seperti apa, tapi karena ini saya pernah bermimpi buruk selama bertahun-tahun dan baru sembuh setelah menikah. Kemudian ketika menikah, anak ketiga saya terlahir istimewa dan meninggal setelah melalui berbagai tahap, dimana saat itu kondisi saya dan suami secara ekonomi sedang drop parah.

Sebagian hal di atas yang membuat lubang-lubang di jiwa saya, yang terlupa oleh waktu, namun ternyata begitu dibuka belum sepenuhnya kering. Hal ini ditandai dengan mudahnya saya menangis dan tertawa, terpatah-patah belajar menjadi ibu yang baik dalam emosi. Dan, fakta nyata saya bertahan sejauh ini karena DICINTAI KELUARGA DAN TEMAN-TEMAN. (Duh, ngerembes air mata nulis ini, hahaha. Maafkan...)

5. Saya Tidak Pernah Naik Pesawat

Sebagai penutup, semoga tertawa dengan fakta nomor 5 ya, hahaha. Aseli, saya belum pernah naik pesawat terbang.


You May Also Like

2 komentar

  1. saya pernah juga jadi spg di mall mbak, meski hanya sebentar karena nekat resign dari perusahaan sebelumnya. hehehe

    ReplyDelete
  2. Mbaaa, Ntar kita naik pesawat bareng yaaa. Hayuuk ya. Yang deket deket aja :*

    ReplyDelete