Masihkah Indonesia BerBhineka Tunggal Ika?

by - August 14, 2016


Sumber:Google
Gema Bhineka Merdeka

 Datang di sebuah acara yang tidak biasa, menurut saya sangat sesuatu. Bisa dibilang suprise dan sedikit kejutan lainnya. Mengapa saya sebut acara tidak biasa dan menjadi suprise buat saya? Karena acara atas undangan dari Indoblognet ini membahas tentang Bhineka Tunggal Ika, segala hal yang berbenturan dengan budaya di Indonesia karena bagaimana pun budaya di Indonesia itu beragam. Maka Bhineka Tunggal Ika penting untuk tidak dilupakan begitu saja.



Menurut C.W. Watson (1998) dalam bukunya Multiculturalism, pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya (culture) yang berbeda-beda.

Namun pertanyaan yang membentur adalah, masihkah Indonesia Berbhineka Tunggal Ika. Memang Bhineka Tunggal Ika masih tertera dengan manis, sempurna dalam aksara yang berbunyi: Berbeda-beda tetapi satu juga. Hanya dalam prakteknya masih terlihat hilangnya Bhineka Tunggal Ika. Hilang kemana?

Perlu diingat dengan baik, Indonesia terdiri dari lebih 300 kelompok etnis dan suku bangsa. Dimana semua membangun Indonesia dengan semangat Bhineka Tunggal Ika, dimana banyak agama, banyak bahasa dan golongan bersatu padu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jangan mengabaikan perbedaan yang real ada di Indonesia. Selayaknya anekaragaman budaya diakui dan dihormati, sehingga bisa difungsikan secara efektif dalam menngatasi isu-isu separatisme dan disintegrasi sosial.

Tentu tidak mudah membangun sebuah kesatuan di negara plural seperti Indonesia yang memiliki struktur masyarakat majemuk , karena itu diperlukan sikap tolerasi. Seperti yang dikatakan salah satu pembicara dalam acara Ghema Bhineka Merdeka,  Rocky Gerung-dosen filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia: Bahwa toleransi atas keberagamaan adalah kekuatan indonesia untuk merdeka dan berdaulat.

Indonesia dan Masyarakat Multikultural

Sumber Gambar Google
Karena negara yang memiliki struktur masyarakat multikultural biasanya memiliki masalah:

Etnosentrisme
Anggapan suatu bangsa atau ras bahwa kebudayaan mereka paling benar dan paling bagus, atau paling riil dan logis.

Primordialisme
Perasaan kesukuan yang berlebihan.

Stereotip
Konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat, sebab masyarakat Indonesia memiliki banyak keragaman suku dan masing-masing suku memiliki ciri khas masing-masing, tidak baik jika membesar-besarkan perbedaan tersebut.

Prasangka dan diskriminasi
Adalah dua hal  yang relevansi

Perbedaan kepentingan masing-masing
Setiap individu memiliki kepentingan masing-masing, yang riskan menimbulkan protes, dsb.

Konflik
Karena masyarakat multikultural sangat riskan timbul konflik, entah konflik berbau agama, suku, ras dan antar golongan.

Di indonesia seharusnya memiliki masyarakat yang multikulturalisme atau  masyarakat yang memiliki ideologi yang sangat mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan agar segala konflik tidak terjadi. Multikulturalisme mengajarkan semangat kemanunggalan atau ketunggalan (Tunggal Ika) yang paling potensial melahirkan persatuan yang kuat,dan pengakuan adanya pluralitas (Bhineka) budaya bangsa yang menjamin persatuan bangsa.

Indonesia dan Budaya

Rocky Gerung
Karena itu dalam mengambil keputusan membuat UU juga mau tidak mau akan terjadi benturan dalam kebudayaan yang telah ada. Sebagai contoh UU Pornoaksi dan Pornografi. Beberapa kelompok menyadarkan pada sebuah kebudayaan di Indonesia: pakaian adat asli suku Papua yang masih mengenakan koteka (penutup kemaluan yang terbuat dari buah mirip ketimun) bagi laki-laki dan Sali (rok yang terbuat dari rumput kering)-bertelanjang dada bagi wanita.

“Juga pakaian adat Bali yang  mengenakan kemben, apakah ini akan dihapus karena masuk ranah UU Pornografi?” ucap Rudolf Dethu- ketua MBB yang hadir pula dalam acara Gema Bhineka Merdeka.

UU antimiras dan Antiminol, melihat kebudayaan beberapa suku di Indonesia masih mengkonsumsi alkohol, bisa kita temukan salah satunya di Baduy Dalam-Banten, mereka mengkonsumsi tuak aren untuk stamina. Tradisi ngirisin (menyadap tuak) di Desa Tri Eka Buana-Bali, disana penduduknya 90% memiliki mata pencarian sebagai ngirisin secara turun temurun.

Disinilah, perlunya dilihat sudut pandang yang cermat tentang UU tersebut baik dari segi kebaikan masyarakat Indonesia maupun kebudayaan yang dimiliki dan mengakar kuat di Indonesia agar kebhinekaan tetap jaga. Namun meski begitu, perlu diingat ada juga kebudayaan-kebudayaan yang tidak baik untuk dipertahankan.

Menurut Rocky Gerung, kebudayaan yang berbahaya. Salah satunya kebudayaan Misoginis, kebudayaan yang membenci atau tidak menyukai perempaun. Misogini ini diwujudkan dalam berbagai tindakan dan cara, termasuk diskriminasi seksual, fitnah perempuan, kekerasan terhadap perempuan, serta objektifikasi seksual perempuan. Dibeberapa daerah di Indonesia masih terdapat budaya ini, misalnya dulu di Banyumas terdapat budaya Ronggeng.

Rupanya pandangan-pandangan seperti ulasan di atas membuat 23 forum pemuda dan kelompok LSM menuangkan ide untuk  menandatangi Deklarasi Aliansi Kbhinekaan dalam acara Gema Bhineka Merdeka. Dalam deklarasi masing-masing forum dan LSM saling mengeluarkan pemikiran mereka, dari  harapan hingga kekawatiran. Namun lepas dari semua itu menurut saya pribadi sebagai bagian dari bangsa Indonesia menjadi Kebhinekaan adalah kewajiban setiap individu yang berwarga negara Indonesia sehingga Indonesia menjadi negara yang nyaman bagi semua kalangan.


Jangan biarkan Indonesia kehilangan Bhineka Tunggal Ika. Mari menjaga kemerdekaan yang dideklarasikan 71 tahun lalu di atas tangan-tangan seluruh bangsa Indonesia yang beraneka ragam ini.


Kebebasan bukan terkandung dalam tindakan-tindakan yang kita sukai, tapi ada pada hak kita saat mengerjakan sesuatu yang seharusnya." Paus Johanes Paulus II (1920-2005).


You May Also Like

4 komentar

  1. wuah analisanya keren mbak pake teori dan definisi ilmiah segala ;).

    ReplyDelete
  2. Aissh, ulasan Mba Dina tuh aku suka ^_^

    ReplyDelete
  3. Stereotipe itu yang masih kerap terjadi ya mba

    ReplyDelete
  4. Sebagian besar dari kita terlalu fokus pada perbedaan (kebhinekaan). Padahal kita punya lebih banyak hal yang bisa disebut Ika (kesatuan)
    :)

    ReplyDelete