WIJI THUKUL SING RA TUKUL

by - January 30, 2014


Doc: Eni Martini




Judul             : Wiji Thukul - Teka-teki Orang Hilang
SERI BUKU TEMPO Prahara-Prahara Orde BAru
Penerbi         : KPG
Tahun Terbit: 23 Juni 2003
Tebal    :160
Buku             : Non Fiksi
ISBN             : 9789799105929



Kalaulah kelak anak-anak bertanya mengapa
Dan aku jarang pulang
Katakan Ayahmu tidak ingin jadi pahlawan
Tapi dipaksa menjadi penjahat
Oleh penguasa yang sewenang-wenang
(Wiji Thukul)

Lelaki cadel itu tak pernah bisa melafalkan hurup ‘r’ dengan sempurna. Ia “cacat” wicara tapi dianggap berbahaya. Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bukan burung merak yang mempesona.

Namun, penyair ini membaca puisi di tengah buruh dan mahasiswa, aparat memberinya cap sebagai agidator, penghasut. Selebaran, poster, stensilan dan buletin propaganda yang ia bikin tersebar luas di kalangan buruh dan tokoh. Kegiatannya mendidik anak-anak kampung dianggap menggerakkan kebencian terhadap ORDE BARU. Maka ia dibungkam. Dilenyapkan.


Wiji Thukul mungkin bukan penyair paling cermelang yang pernah kita miliki. Sejarah Republik menunjukkan ia juga bukan satu-satunya orang yang menjadi korban penghilangan paksa. Tapi Tukul adalah cerita penting dalam sejarah Orde Baru yang tak patut diabaikan. Seorang penyair yang sajak-sajaknya menakutkan sebuah rezim dan kematiannya kini menjadi misteri.
...

Berapa anak muda yang tahu sebuah nama Wiji Thukul?

Berapa yang mau membaca tentang Wiji Thukul?


Sebuah buku dengan cover memberi kesan usang, bergambar seorang pria cidera mata, kuyu, kering: Wiji Thukul. Barangkali diantara anda ada yang asing dengan sosoknya, saya pun tidak mengenalnya secara fisikal. Namun perjalanannya sempat sampai ke telinga saya saat era Soeharto dulu. Dimana poster-poster orang-orang hilang berbaris di dinding-dinding cafe, warung, tiang listrik, mini market di sepanjang jalan Bangka-Kemang Jakarta Selatan.

Orde baru berakhir, saya sebagai rakyat kecil yang berada di ibu kota Jakarta mengalami detik-detik krisis moneter, demo mahasiswa, massa yang mengamuk dan...Soeharto yang berseru: AKU RA DADI PRESIDEN RA PATE’en!

Rakyat Indonesia (mungkin seluruhnya berseru huru hara), termasuk sopir metromini yang saya tumpangi ketika itu.. menggebrak setir dan menjeritlah seisi bus, seakan era yang lebih indah akan mereka sonsong di depan sana...16 tahun pristiwa ini berlalu.

Dibelakang keruntuhan orde baru itulah Wiji Thukul ADA, seorang anak tukang becak dari kampung Sorogenen-Solo, yang bekerja jadi tukang plitur kayu di sebuah perusahaan mebel dan menyambi menjadi wartawan Masakini milik Muhammadiyah. Melalui sajak-sajaknya inilah laki-laki kering itu MENJADI BURON dimata Orde Baru, seperti yang diucapkan Robertus Robet Dosen Sosiologi UNJ:
“PUISI WIJI ADALAH PERISTIWA BUKAN LAGI KATA-KATA... barangkali itu pula mengapa Wiji Thukul dihilangkan...”

Peringatan

...Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya satu kata
: LAWAN!

Ya, ya, membaca buku setebal 160 hal, hati saya menangis. Saya seperti merasakan kerinduan Sipon sang istri, Nganti sang putri dan Fajar sang putra serta ketakutan-ketakutan Wiji saat dalam pelarian karena menjadi orang paling dicari saat Orde Baru:

Ketika sampai rumah dan menempati kamarnya di lantai dua, Thukul bertanya, “Mas, lewat pintu mana untuk sewaktu-waktu bisa lari?” (hal:18)

Dalam kamarnya Thukul selalu mengawasi orang-orang yang berlalu lalang... Selama pekan-pekan itu dia tidak pernah keluar rumah kecuali setelah pukul 10 malam...(Hal: 19)

Begitu menegak dua botol minuman tradisional  yang terbuat dari beras tape , barulah Thukul dapat tidur pulas...(hal: 20)

Itu terjadi di dalam pelarian tukul di Kalimantan. Thukul selama orde baru melakukan pelarian dari mulai Jakarta-Kalimantan-Solo-Bogor dll. Dia dititipkan dari satu  orang ke orang lain hingga kemudian hilang tanpa jejak.

Seorang seniman besar, alm WS Redra pernah membuat gojekan(gurauan) bahwa Thukul di cor semen dalam drum lalu dibuang ke tengah laut. Seorang sahabat bahkan memiliki versi cerita yang sulit saya pahami bahwa Thukul meninggal saat kerusuhan melanda Jakarta, mayatnya tidak dikenali....

Entahlah...
Yang pasti, seperti diharapkan Sipon: “Saya yakin Thukul akan kembali...” (Hal:69)  
Dan dipikirkan para sahabatnya: Yakin Thukul belum mati. Hanya hilang dan suatu saat akan pulang (Hal: 133)

Hidup memang harus penuh keyakinan, keajaiban diawali dengan keyakinan tapi jika 16 tahun berlalu tanpa sebuah wujud, masihkah keyakinan itu dipertahankan???

Sebagai penutup resensi saya tentang buku WIJI THUKUL Teka-teki Orang Hilang, sepertinya buku ini SANGAT LAYAK untuk anda baca meski tentu tidak semenarik novel-novel yang meruyak dengan suguhan MIMPI atau buku-buku nonfiksi lainnya. Tapi setidaknya buku ini menyuguhkan realitas hidup pada masa Orde Baru... betapa kemudian anda sadar bahwa kita wajib menelurkan generasi yang bermanfaat bagi negeri ini, Indonesia.





You May Also Like

3 komentar

  1. Saat chaos 98 saya lagi kuliah di jkt. Demo dmn2.

    ReplyDelete
  2. Baru mengenal sosok Wiji Thukul dari beberapa tayangan di televisi soal kehidupan istri dan anaknya kemudian. Sebab tahun tahun runtuhnya Orde Baru, mengerti soal dunia pun saya belum tentu.

    Tapi resensi ini cukup mengenalkan saya kembali, pada sosok yang katanya memang dihilangkan ini.

    ReplyDelete
  3. Pernah demger Mba jaman aku kuliah dulu tp aku g pahqm juga. oh ternyata. Makasih resensinya.

    ReplyDelete