Tips Komunikasi dengan Anak Remaja

by - August 07, 2022

 

Kali ini saya mau bercerita tentang anak saya yang sudah remaja, Mba Lintang (17 tahun, November nanti). Banyak orang bilang, enak  kalau anak sudah gede, sudah mandiri, ibu bisa bebas dan memiliki segudang me time (Ssttt… ini tidak berlaku buat saya yang masih punya batita ya, hehehe). Banyak juga yang  bilang, hadirnya  anak remaja perempuan, ibu jadi punya temen dekat yang bisa mendampingi dan berbagi cerita.




Jujur, tidak semua hal itu benar. Apa yang dikatakan orang awam pada umumnya, tidak semudah atau sesuai dengan kenyataan di lapangan. Karena semakin anak bertumbuh, semakin komplikasi masalah yang timbul, sebab remaja tidak lagi bertumbuh di ruang rumah, di sekitar rumah, seperti ketika mereka masih anak-anak. Bahkan kadang, remaja sulit kita rengkuh lagi.

Waspadai Jurang yang Tercipta Antara Orangtua dan Anak Remaja

Mungkin apa yang saya alami pernah atau sedang  dialami para orantua yang memiliki anak remaja. Cerita ini sekitar dua tahun lalu, saat anak saya memasuki usia 15 tahun dan masih duduk di kelas sembilan…

Suatu hari, saya melihat putri sulung saya semakin senang di kamar, sering pembicaraannya dengan teman-temannya tidak ingin didengar saya, ayahnya, dan adik-adiknya. Dia betah berlama-lama di kamar, dia tidak lagi merengek menuntut saya ada, tidak lagi meminta pertolongan ini-itu.

Rasanya senang memiliki anak yang  mulai mandiri, saya bisa fokus dengan adik-adiknya, dan bernafas lega, satu anak sudah bertumbuh semakin remaja. Hingga suatu hari saya mendapat telepon guru BP’nya, saya ditegur tentang anak saya yang  mulai mengalami kemunduran nilai, kebersihan diri.

Duh! Asli, saat itu saya tersentak, dan diam-diam memasuki kamarnya saat dia sekolah. Saya temukan catatan kecil yang terpaksa saya baca, ternyata anak saya mulai bertumbuh mengenal cinta, mengenal patah, mengenal masalah dengan teman-temannya. Semua itu tidak tahu dia akan pendam ke mana.

Saya merenung…

Sementara saya berpikir anak saya sudah mandiri, sudah remaja, sudah bisa diandalkan. Dibalik itu dia ternyata menganggap saya tidak memahami dan mengerti apa yang dirasakannya, diinginkannya, karena apa? KAMI TIDAK MENJALIN KOMUNIKASI DENGAN BAIK!

Hiks, di sinilah tanpa sadar sebagai orangtua saya memicu jurang antara saya dan anak remaja saya, dan ini BAHAYA! Jangan sampai kita tidak mengenal anak kita lagi, dan anak kita menganggap orangtua tidak lagi menjadi tempat mengadu, menyandarkan hati, teman berbagi. Jangan sampai!

Tips Komunikasi Orangtua dengan Anak Remaja

Saya langsung cerita dengan suami, tapi saya tahu ini hanya sekedar berbagi saja. Sebab suami saya tipenya tidak pandai berkomunikasi, sedikit tertutup, dan kaku. Jangankan dengan anak perempuannya, dengan saya saja harus saya yang hura-hura alias bawel buat mengajak bicara, wkwkwk.  Jadi saya harus mengambil tindakan yang tepat, yakni komunikasi!

Tapi bagaimana caranya? Anak remaja tidak seperti anak-anak yang ketika menangis, langsung kita peluk, puk-puk, cium, dan belikan sesuatu akan tenang dan ceria. Anak  remaja bukan batita yang ketika bersedih kita ajak ngobrol dan bermain, lalu bisa berceloteh riang kembali. Anak remaja sosok tanggung antara anak-anak dan orang dewasa, belum bisa memutuskan sesuatu, tapi merasa dirinya bisa.

Akhirnya saya mencoba mengingat masa remaja saya, karena saya termasuk anak yang kritis, suka argument. Usia remaja biasanya masih anti kritik, maunya didengar dan tidak disalahkan, apa yang dilakukannya sering dianggap terbaik. Apalagi jika anak remaja punya sahabat, meski sahabatnya salah dalam mengasih solusi, baginya itu benar dan baik.

Saya dulu juga malas membuka percakapan lebih dahulu ke orangtua, ada rasa enggan, malu, terutama jika orangtua saya tidak membuka ruang bicara lebih dulu. Jadi paling asyik curhat ke sahabat, benar atau salah, seingat saya sahabat lebih banyak membenarkan, wkwkkw. Dan, ini tentu saja memberi dampak negatif, di sinilah peran orangtua penting.

Maka saya mulai menerapkan beberapa hal di bawah ini:

  1. Mendengarkan
  2. Tidak memotong ucapannya (meski gemes karena itu salah, hehehe).
  3. Tidak marah atau komentar negatif  atau menyerang , ketika anak remaja jujur pada hal yang tidak saya setujui atau sukai.
  4. Respect terhadap pendapatnya.
  5. Setelah mendengarkan dengan fokus cerita dan pendapat anak, maka waktunya saya sebagai orangtua memberikan pendapat, dan mengarahkan anak saya untuk memilih solusinya sendiri. Karena bagaimana pun dia sudah bertumbuh remaja, lebih paham cara menyelesaikan yang tepat, sebagia orangtua saya hanya mengarahkan setelah tahu permasalahan dan pola pikir anak saya.

Hinggi kini anak sulung saya akan memasuki usia 17 tahun, setiap saya melihatnya memiliki masalah. Saya akan memberi ruang dan waktu, sampai dia siap untuk cerita ke saya. Memang tidak semua cerita dibagi ke saya, tidak semua hal saya tahu, meski saya sering berkomunikasi dengan para guru yang dekat dengannya, diam-diam memperhatikan kesehariannya.

Pada akhirnya anak-anak akan seperti burung yang mengepakkan sayapnya ke langit luas, seperti proses alam mendewasakan mereka. Namun setidaknya sebagai orangtua, kita tetap bisa berkomunikasi dan menjadi tempat pulang anak-anak, dan jangan lupa selalu berdoa kebaikan dan penjagaan siang dan malam untuk anak-anak dalam setiap helaan napas kita sebagai orangtua. Agar anak-anak kita terselamatkan dari kekejaman dunia dan akherat, aamiin.

You May Also Like

4 komentar

  1. JD inget zaman aku remaja. Komunikasi antara ortu dan aku, bisa dibilang parah bangr mba. Jujur aku lebih Deket Ama babysitterku 😊. Kalo si Mbah udah kayak ortu banget malah, lah dari bayi dia yg merawat. Dari bayi juga aku tidurnya dengan si Mbah, bukan di kamar ortu, Krn memang ortu ngebiasain semua anak2 tidur di kamar sendiri dari bayi.

    Skr udh punya anak gini aku ya kadang mikir, ga kepengin juga komunikasi aku dengan mereka seburuk aku dulu dengan ortuku. Makanya sebelum terlambat, di usia mereka yg masih anak2 gini, memang sih aku hrs deketin anak2, supaya mereka mau terbuka sampai dewasa nanti. Yg paling penting, harus mau dengerin cerita2 mereka, dan ga menjudging seenaknya . Kdg ortu itu merasa paling bener, jadi sesukanya memaksa pendapat dia

    ReplyDelete
  2. Makasiih Mbaak... ya Allah... aku sedang merasakan juga... sampai takut ga bisa jadi orgtua yang baik...

    ReplyDelete
  3. Susah susah gampang saat remaja apalgi mereka labil ya , skrg anakku sdh pada dewasa lbh enak lagi diajak komunikasi

    ReplyDelete