Ketika membaca judul
artikel ini, mungkin untuk beberapa orangtua yang memiliki impian besar
anak-anaknya masuk perguruan tinggi negeri dari ujian PTN akan mengeryitkan
dahi, atau berpikir saya seorang ibu yang sedikit unik, hehehe. Karena hampir
semua orangtua memiliki kebanggaan dan cita-cita besar bisa mendampingi
anak-anaknya masuk perguruan tinggi dari jalur tersebut.
Bahkan banyak orangtua
yang berjuang sepenuh jiwa membekali anak-anaknya berbagai macam pengetahuan,
termasuk dengan memasukkan ke tempat-tempat bimbingan belajar untuk menghadapi
ujian PTN. Tidak sekedar itu saja, orangtua juga akan membekali dengan
motivasi, doa-doa, sampai puasa senin-kamis agar si anak terwujud lolos PTN.
Baik itu orangtua yang
dulunya lolos ujian PTN dan menjadi lulusan dari perguruan negeri ternama, atau
orangtua yang dulunya gagal masuk ujian PTN. Semua berlomba, berharap,
bermunajat agar anak-anaknya lolos ujian PTN. Sementara si anak?
Anak Bisa Kena Mental dan Terbebani Ketika
Tidak Lolos PTN
Anak tentu saja
memiliki kebanggaan, kebahagiaan kalau sampai lolos ujian PTN. Mereka bisa
membahagiakan orangtua, mewujudkan impian orangtua, hingga bisa memperlihatkan
pada teman-temannya kalau bisa meraih perguruan tinggi negeri bukan dari jalur
mandiri. Tapi tentu saja banyak juga anak-anak yang merasa menjadi terbebani
dan kena mental ketika tidak lolos PTN. Mengapa?
Sebenarnya ketika
orangtua meminta anak ujian PTN, ada beban di bahu mereka, jika orangtua
memposisikan si anak harus sukses, harus lolos, titik. Sebab tanpa orangtua
sadari, harapan orang orangtua, biaya yang dikeluarkan, kata-kata yang
diberikan untuk anak agar lolos, ini membentuk satu bulatan besar dan bersarang
di kepala dan bahu anak. Bagaimana jika tidak bisa memenuhi harapan orangtua?
Bagaimana jika gagal?
Belum lagi jika
orangtua menceritakan semua kepada teman-temannya, saudara-saudaranya, dan
paling menyedihkan membagikan ke sosial media, bahwa anaknya akan mengikuti
ujian PTN ke perguruan A,B, dan C, misalnya. Lalu ketika si anak gagal,
dampaknya jadi tidak simpel. Mengapa?
Coba saja, tanyakan
pada anak ketika akan mengikuti ujian PTN: Nah, tulis status dong, foto dong,
kalau kamu lagi ikut ujian PTN di kampus A
Yakin, 1000 yakin, si
anak anak menolak!
So?
Dukung Anak, Tapi Jangan Doktrin Mereka!
Sebenarnya kita tidak
lupa bukan, kita ini pernah menjadi seorang anak, pernah memiliki impian-impian
sendiri. Mengapa kita tidak memikirkan hal itu pada anak kita?
Sebagai orangtua
mendukung anak, memberikan ruang diskusi anak ingin menjadi apa, ingin kemana.
Orangtua mengarahkan agar anak tidak mengalami langkah yang salah saat
melakukan perjalanan ke tempat yang dituju. Saat anak salah, orangtua membantu
mencarikan cara agar memperbaiki kesalahan yang terjadi pada anak.
Sarankan, beri
pengetahuan, dan arahan anak mengikuti ujian PTN, tapi juga jangan lupa bekali
mentalnya jika anak gagal. Ketika anak tidak bisa mencapai impiannya. Katakan,
bahwa sepanjang usia impian itu masih bisa diwujudkan, cara mewujudkannya
beragam, tidak harus dengan satu cara : HARUS MASUK PTN DENGAN UJIAN PTN,
TIDAK!
Anak bisa melalui cara
lain untuk meraih impiannya, untuk mewujudkan semuanya. Waktu masih panjang,
tidak bisa berulang, jika gagal di langkah awal, mari melangkah selanjutnya.
Jangan pikirkan satu langkah saja, anak bisa mengambil cara langkah zig-zag,
langkah lurus, berlari, atau melompat. Semua tujuannya ke depan atau maju.
Lolos PTN Bukan Segalanya
Berkaca pas diriku
sendiri, sejak kecil ranking, lolos PTN 2 tahun berturut-turut, kuliah sampai
S2, tapi ya begini-begini wkwk. Saudaraku
SMK, lanjut D3, lalu kuliah S1 sambil
kerja, karirnya cukup bagus. Jujur, kadang aku ngiri.
...
Kalimat di atas adalah salah satu cerita nyata seorang teman. Memang hidup itu pilihan, dan takdir. Manusia harus berusaha dan berdoa, tapi ketika tidak bisa meraih sesuatu yang diinginkan bukan berarti GAGAL SEGALANYA. INSALLAH ALLAH SWT SUDAH MEMPERSIAPKAN YANG TERBAIK.