ASI...adalah media Ibu belajar dan Berjuang

by - December 26, 2015

ASI


Sebenarnya dari ke empat anak saya (no 3 alm saat usia 5 bulan), keberhasilan saya dalam memberikan ASI, justru pada anak ke empat, Pendar. Kenapa saya sebut keberhasilan, padahal semua anak-anak ASI? Ehmmm, hidup itu memang belajar. Mungkin, karena itu lah keberhasilan akan sesuatu sering harus melewati sebuah kegagalan, kecil atau besar. Begitu juga yang saya alami dalam perjuangan memberi ASI.


Saat anak pertama,  Lintang, begitu lahir langsung mendapat ASI. Sukses bayi pertama saya mengasup kolostrum atau jolong, yang banyak  mengandung immunoglobulin lgA.  Immunoglobulin lgA ini untuk pertahanan tubuh melawan penyakit, seperti plasenta yang melindungi bayi. ASI saya juga sangat melimpah, sampai harus dipompa karena Lintang belum kuat mengasup terlalu banyak.

Berbotol-botol ASI berjajar sehingga malam saya bisa tidur nyenyak, kondisi kesehatan saya pasca melahirkan Lintang juga tidak baik. Si Ayah lah,  yang bergilir memberikan ASI melalui botol dengan sangat telaten. Saya terbangun kalau benar-benar merasakan PD sudah penuh saja. Sungguh, kerjasama yang baik dan membahagiakan. Tapi, ternyata Lintang keasyikan dengan botol sehingga suatu kali dia menolak menghisap langsung dari puting.

Awalnya saya enjoy saja. Toh, bisa dipompa, beres. Tapi ketika usia Lintang memasuki bulan ke 4, ASI yang saya produksi berkurang karena nyaris tidak pernah dihisap langsung. Mungkin kurang bonding ibu dan bayi, sehingga kwantitas ASI berkurang dengan sendirinya. Tepat menuju 5 bulan, Lintang akhirnya full konsumsi sufor. Bayi lucu dan gembul itu tampak nikmat betul menikmati sufor dari botol, terlebih kemudian saya bekerja. Sempurnahlah semua, say goodbye ASI ekslusif dan menyusui hingga 2 tahun...dan, ini tanpa beban psikis. Hohoho...Ibu yang benar-benar baru belajar jadi Ibu.

Tapi kemudian soal sufor membuat kepala pening, berapa kali Lintang ganti susu karena tidak cocok. Efek tidak cocok dari mencret, sembelit, sampai pup bercampur darah. Nano-nano banget deh saat itu, apalagi saat Lintang kena diare, harus mencari susu yang cocok agar tidak menambah diarenya, sudah pasti harga jauh lebih mahal.

Kemudian ketika lahir anak kedua, ASI saya tidak keluar. Padahal segala stimulasi sudah dilakukan sesuai petunjuk dokter. Panik dong, tanpa berpikir panjang, saya meminta suster di kamar bayi untuk memberi Pijar sufor dulu sambil menunggu ASI keluar. Alhamdullilah, pada hari kedua ASI keluar dengan lancar, Pijar kembali ASI.

Saat memiliki bayi Pijar, saya sudah tidak bekerja di kantor. Tapi hanya menyambi mengajar menulis di sebuah bimbel yang lokasinya tidak begitu jauh, itu pun hanya 3 jam. Jadi Pijar bisa tetap ASI tanpa saya harus meninggalkan berbotol-botol Asi, sebab anak kedua saya sudah tidak tinggal bersama orangtua. Kebetulan belum memiliki lemari es untuk menyimpan stock ASI. Kalau pun haus dan saya belum pulang, Pijar sesekali dikasih air putih.

Dan, ternyataaa...lagi-lagi itu sebuah kegagalan dalam metode ASI ekslusif. Pertama, seharusnya pada saat pertama bayi lahir yang terbaik adalah mengkonsumsi ASI, karena kondisi ususnya paling cocok hanya ASI yang berfungsi untuk melindungi dinding usus bayi. Lalu ASI ekslusif selama 6 bulan itu adalah benar-benar hanya ASI, tidak selain ASI, termasuk tidak air putih.

Satu lagi info dari dokter, yang baru saya ketahui (makanya ya, rajin nanya hehehe). Bayi baru lahir akan tetap bertahan meski tanpa asupan apapun selama 3 hari atau 72 jam, karena bayi memiliki persediaan asupan dari plasenta selama dalam rahim. Jadi kita tidak perlu cemas, langsung teriak sufor begitu bayi baru lahir, ASI kita belum keluar sama sekali. Adakah penyesalan dari segala ketidak pengetahuan saya? Tentu ada, tapi dari pada memikirkan sesuatu yang sudah terjadi. Saya lebih memikirkan, untuk bayi berikutnya (loh kok?). Ya, saya berencana untuk memiliki momongan lagi. Saya akan berusaha memberikan ASI ekslusif sebaik mungkin. 

Sayang, pada anak ketiga, alm Gibran... kondisi bayi saya tidak begitu sehat. Selain ASI, harus mengasup berbagai macam obat-obatan, tambahan air putih juga, dan Allah SWT memanggilnya saat usianya tepat 5 bulan. Sepanjang malam saya bergulat dengan kesedihan dan kesakitan PD bengkak, pipi kuyup oleh air mata, baju kuyup oleh ASI yang keluar begitu saja. Hingga besoknya baru diberi obat oleh dokter dan dibalut lembaran kol putih, hingga tidak bengkak lagi. Seminggu baru kondisi PD normal kembali, produksi ASI perlahan berhenti.

Alhamdullilah, kemudian saya diberi momongan kembali, Pendar. Seperti saat melahirkan Pijar, ASI saya tidak keluar sama sekali. Tapi saya sudah berpesan kepada dokter yang menangani saya dan suster di ruang bayi, kalau Pendar ASI ekslusif. Dokter memberi waktu 72 jam, kalau 72 jam ASI saya belum keluar bayi harus diberi asupan sufor.....WAW!

Bismillah...

Maka perjuangan dimulai, saya diberi suplemen untuk ASI, mengasup makanan yang mendukung, dan tetap menyusui Pendar. Mau tahu rasanya menyusui tanpa mengeluarkan ASI? PERIH! Karena Pendar sangat kuat menghisap, sementara puting kering karena tidak keluar ASI.  Tapi motivasi dalam diri saya sangat kuat, ASI akan keluar. Bersyukurnya, meski ASI tidak keluar Pendar tidak menangis, asal bisa menghisap puting dia sudah tenang. Saya membelai-belainya, mengajaknya komunikasi, kerjasama agar Asi segera keluar. Dengan skin to skin contact yang sering akan mempercepat keluarnya ASI/Kolostrum. Suami juga sangat  mendukung, memassage sesekali, dan... hari ke 2 terlewati, ASI belum keluar juga.

"Semangat, Bu, pasti bisa. Bayi dan ASI itu sepaket dikirim Tuhan secara bersamaan, " suami saya menyemangati.

Alhamdullilah hari ketiga ASI keluar dengan melimpah ruah. Pendar menyusu dengan hikmatnya. 

ASI

Saya pun bisa berbisik, "say goodbye..sufor..."

Selama enam bulan saya dan Pendar saling membonding, saling kerjasama, lagi-lagi didukung suami. Sukses Pendar melalui ASI ekslusif selama 6 bulan. Kalau dulu kakak-kakaknya kena diare, bapil, mudah tertular flu, sementara Pendar tidak. Daya tahan tubuhnya lebih kuat, gejala-gejala penyakit ringan bapil, flu, dibooster dengan ASI sehingga tanpa obat-obatan, tanpa asupan lain, ASI saja, sehat wal afiat.

ASI

Kini usia Pendar 13 bulan. Kemarin saat akan menginjak usia 12 bulan, Pendar jatuh sakit. Untuk pertama kalinya dibawa ke dokter dan mengkonsumsi obat dokter, rupanya Pendar terkena virus pancaroba yang menyebabkan muntah dan diare. Apa saja yang diasupnya dimuntahkan, ajaibnya cuma ASI yang bisa diasup dengan baik. Jadi lah sepanjang kondisi sakit, dia terus mengasup ASI sehingga kondisi cepat pulih dan terhindar dari dehidrasi. Jika dihitung, masih cukup panjang perjalanan saya sebagai busui, karena saya ingin menyusui Pendar sesuai sunah Rasul, sampai usia 2 tahun. Sehat terus ya, Nak...

ASI
Menyusui Juga Memerlukan Dukungan Suami=AYAH ASI
ASI
Dukungan Suami Dibutuhkan Sejak Ibu Mengandung=AYAH ASI

Banyak kan, perjuangan seorang ibu dalam memberi ASI ekslusif, termasuk perjuangan mencari baju yang bersahabat dengan busui. Loh kok? Iya, dong. Tanpa baju yang menunjang untuk menyusui, terus gimana mau menyusui kalau pas berpergian atau menghadiri acara. Masa ibu harus membuka bajunya dengan bebas, apalagi saya berhijab..hehehe. Meski sekarang, saya bukan wanita pekerja, tetap membutuhkan baju ibu menyusui saat berpergian ke acara kepenulisan, blogger, dll.

Kesulitan menemukan baju ibu menyusui ini, juga mempengaruhi keinginan untuk menjadi busui. Karena gak mudah buat mencari baju ibu menyusui yang nyaman dan tetap stylish. Saya termasuk yang sulit mencari baju ibu menyusui style wanita berhijab yang cocok dengan kepribadian saya, saya suka etnik dan bergaya agak tomboy, namun tetap terlihat chic...tsaaah.

Berikut ini salah satu style baju saya sebagai busui. semoga menginspirasi..


ASI




ASI


ASI



ASI... memang media Ibu belajar dan berjuang, tapi ASI bukan kendala buat wanita yang masih tetap ingin tampil dan bergaya, bukan ?






You May Also Like

0 komentar