Praktik Membuat Vaksin Palsu=Pembunuhan Berencana

by - June 26, 2016


Ketika melihat berita di TV tentang vaksin palsu maka saya menyakini bagi para orangtua yang sadar imunisasi adalah masa depan anak-anak, maka berita ini membuat terhenyak dan bertanya-tanya: asli atau palsu kah vaksin yang sudah diberikan ke anak-anak kami? Lalu kemana kami akan meminta pertanggungjawaban atas kejahatan itu? Kepada siapa kasus ini dipersalahkan, moral pembuat yang bejadkah, menteri kesehatankah? Aparatkah? Atau..pada rumput yang bergoyang?

Jika seperti yang diberitakan kasus vaksin palsu ini sudah praktik sejak tahun 2003, gemetar rasanya membayangkan dari anak pertama hingga anak ke empat saya kalau-kalau vaksinnya adalah vaksin palsu (moga-moga tidak), sebagai orangtua saya berharap yang baik-baik semoga tidak mendapatkan jatah vaksin palsu, sebab mau mengusut bagaimana jika itu sudah berlalu? Lagi-lagi rasanya pengen nendang rumput yang bergoyang (derita  rakyat).

Terbayangkan berapa banyak para ibu yang antri di tempat-tempat imunisasi, kalau lah mereka melakukan imunisasi dasar di puskesmas tentu gratis tapi imunisasi yang tidak dicover pemerintah seperti MMR, misalnya. Berapa mereka keluar uang, lalu dengan berita vaksin palsu, meski  belum tentu vaksin yang diberikan ke anaknya palsu tapi bisa jadi palsu (tebak-tebakan yang menyiksa sebenarnya). Rakyat dirugikan berlipat-lipat: Kehilangan biaya, kecemasan menduga-duga (asli atau palsu vaksin yang sudah terlanjur masuk ke tubuh anak-anak mereka)-spekulasi masa depan kesehatan yang tidak jelas dan semua ini tidak dapat dituntut ke siapa-siapa, bukan?

Atau apakah negara akan mempertanggungjawabkan kerugian ini kelak, karena kami rakyat kecil konon dalam perlindungan negara, terutama anak-anak. Bukan kah kasus vaksin palsu kerugian terbesar adalah masa depan anak-anak bangsa ini?

Saya tidak bisa melupakan kasus seorang anak berusia 5 tahun yang terkena tetanus, kemudian tidak tetolong karena tidak mendapat vaksin DPT sebelumnya, kasus seorang ibu hamil  yang terkena rubella karena tidak divaksin MMR sehingga bayi yang dikandungnya menderita sindrom rubella kongenital: dimana si bayi menderita katarak-tuli-penyakit jantung, dll. Lalu saya sendiri yang nyaris tidak tertolong karena terkena pertusis (batuk 1000 hari) karena saat itu tidak divaksin DPT.

Mungkin tidak semua anak-anak akan terkena penyakit-penyakit berbahaya seperti itu, sehingga beberapa orangtua yang memutuskan tidak mengimunisasi buah hatinya tetap merasa diambang aman, tapi begitu banyak orangtua yang tidak berani berspekulasi dengan pernyakit berbahaya itu dan memilih untuk mengimunisasi buah hatinya. Bukankah Allah SWT menginginkan hamba-hambanya berusaha, selain berdoa. Jadi, bagi saya memberi imunisasi pada anak-anak saya adalah sebagian dari usaha untuk kesehatan masa depan mereka.

Jadi adanya kejahatan vaksin palsu ini benar-benar menghancurkan hati kami para orangtua. Susanto, wakil ketua KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mengatakan kepada pers-Sabtu-25 Juni 2016,  “Praktik ini merupakan kejahatan yang tidak bisa ditolerasi.” Dan mendesak Bareskrim Polri untuk membongkar praktik pembuatan vaksin palsu untuk bayi serta  menghukum seberat-beratnya.

Hukuman seberat-beratnya kira-kira seperti apa? Kita tunggu saja keputusan akhirnya, tapi bagi saya seorang ibu dengan 4 anak (1 alm), kejahatan  Praktik  Membuat Vaksin Palsu=Pembunuhan Berencana. Dan tidak tanggung-tanggung, mereka melakukan pembunuhan berencana secara massal. Hitung, berapa banyakkah korban vaksin palsu? Kalau beberapa dari mereka terjadi sesuatu karena vaksin tersebut palsu sehingga tidak berfungsi seperti sebenarnya vaksin asli, belum lagi efek bahaya lainnya dari vaksin palsu itu...sekali lagi oknum pembuat-penyebar vaksin palsu adalah PEMBUNUHAN ANAK-ANAK SECARA BERENCANA!!!

Tidak hanya aparat, menteri kesehatan, KPAI dan masyarakat harus saling mendukung untuk mengusut kejahatan vaksin palsu hingga seakar-akarnya agar generasi bangsa tidak menjadi korban.

You May Also Like

2 komentar

  1. Baru tau kalo penyedia vaksin bukan negara, tp swasta. Seharusnya setiap beli mesti ada pemeriksaan sampel ya, bner ga itu vaksin. Duh... miris bngt...

    ReplyDelete
  2. Meliana:karena itu jadi swasta yang mengatur ya, korbannya anak-anak bangsa ini #MirisIndonesia

    ReplyDelete