Duniaeni Blogger

linkedin facebook twitter pinterest instagram youtube
  • Home
  • About
  • Recognition
  • Disclosure
  • Contact
  • Log


Di tengah pandemi Covid 19 yang membuat kondisi perekonomian masyarakat tidak hanya Indonesia, tapi dunia mengalami penurunan dratis. Bahkan tidak sedikit yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pemasukan perusahaan jadi tidak mencukupi untuk menggaji banyak karwayan. Tiba-tiba BPJS mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan kembali iuran BPJS sesuai  peraturan Presiden No.64 tahun 2020 tentang perubahan kedua Prepres 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan.


Sehingga iuran BPJS yang semula kelas 1 Rp 80.000, kelas 2 Rp 51.000, dan kelas 3 Rp 25.500 menjadi kelas 1 Rp 150.000, kelas 2 Rp 100.000, dan kelas 3 Rp 42.500. Sementara sebelumnya Prepres No 75 tahun 2019 berisi kenaikan penyesuaian tarif BPJS  kelas 1 Rp 180.000, kelas 2 110.000, dan kelas 3 Rp 42.000 telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Tentu saja hal ini membuat masyarakat mengkritis habis kondisi ini, dan membuat citra BPJS menjadi buruk di mata masyarakat.

Sementara sebenarnya masyarakat masih memperoleh kebaikan atas hadirnya BPJS. Terutama yang memiliki penyakit harus berobat teratur dengan biaya yang tidak sedikit, kondisi kehamilan yang harus melahirkan secara sectio. Untuk itu mari sebelum berlanjut ke dalam opini yang subyektifitas, kita menyimak apa yang dipaparkan oleh M.Iqbal Anas Ma'ruf, Humas BPJS Kesehatan tentang penyesuaian iuran ini.
May 21, 2020 No komentar


Bicara tentang pakaian pasti buat ibu-ibu seperti saya merupakan makanan sehari-hari. Karena memang urusan cuci-mencuci hingga pakaian masuk almari sudah menjadi pekerjaan rutin. Pekerjaan yang sebenarnya bisa dibilang memusingkan, terutama jika musim hujan. Selain susah kering, pakaian jadi lembab berhari-hari, ketika kering aromanya jadi tidak sedap. Meski sudah diseterika, aroma lembabnya masih tercium. Saya paling tidak suka aroma pakaian yang  dijemur tidak langsung kering.

Kadang karena kesal dengan aromanya, pakaian saya cuci ulang lagi loh. Sebab aroma pakaian lembab akan semakin tidak enak ketika dipakai dan terpapar keringat. Bukan mustahil jadi tempat bakteri kali ya, jadi aromanya apek-apek gimana gitu. Pokoknya khas banget deh, oranglain yang mencium aroma pakaian kita juga pasti akan terganggu, hehehe.

Dan, jangan sekali-kali memasukkan pakaian dengan aroma tidak sedap ke dalam almari. Pengalaman saya pernah memasukkan pakaian yang berbau apek ke dalam almari, hasilnya pakaian lain yang tidak berbau apek jadi terpapar aromanya, huhuhu. Memang hujan bisa jadi tidak bersahabat kalau cucian sedang menumpuk deh.
May 14, 2020 No komentar

"Kabar Bapak dan Ibu baik-baik saja, Nduk. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, lepaskan semua pikiran. Bersabar ramadan dan lebaran ini kita semua tidak berkumpul, yang penting semua sehat dan bisa silaturahmi setiap hari di telepon. Nurut himbauan pemerintah untuk di rumah saja..." Itu suara bapak, silaturahmi virtual ini memang membuat ramai sepi bersama meski jauh.



Dari layar monitor smartphone terlihat wajah bapak yang dipenuhi garis tua tampak tersenyum, tapi sepertinya dibalik senyum itu ada kesedihan yang tertahan. Kesedihan yang juga sampai ke hati saya, hingga kami menyudahi video call. Masih terngiang ucapan bapak, termasuk juga tadi ucapan ibu yang sangat berharap bisa berkumpul seperti dulu saat semuanya baik-baik saja.

Berapa kali setiap vidio call, bapak selalu mengatakan hal yang hampir sama, baik-baik saja. Mungkin agar saya merasa tenang, dan percaya bahwa semua baik-baik saja. Bapak memang selalu seperti itu, sejak dulu hingga anak-anaknya tumbuh menjadi orangtua. Tanpa ditanya, kadang setiap telepon atau video call bapak langsung bilang, keadaan bapak dan ibu baik-baik saja.
May 13, 2020 18 komentar

Pernah tidak terpikir oleh kalian, bahwa akan melewati masa ramadan yang begitu berbeda dari ramadan yang pernah ada? Mungkin jangankan terpikir, tapi terlintas dalam pikiran pun tidak tentang ramadan saat ini. Saat semua kebiasaan ramadan terbatasi oleh pandemi virus Covid 19, bagaimana rasanya? Bisakah menjabarkan satu-satu perasaan yang ada?


Melewati Ramadan dalam masa pandemi

Sebenarnya ada dua ramadan yang saya lewati dengan berbeda dari semua ramadan yang pernah terlewati. Pertama ramadan 8 tahun lalu, saat anak ketiga saya dipanggil olehNya di hari ke 27 ramadan, tidak ada kesedihan yang terasa begitu dalam yang pernah saya rasakan sebelumnya.


Rencana kumpul bersama keluarga besar ambyar, baju baru yang sudah terbeli untuk alm dengan bandrol harga yang belum dilepas jadi pemandangan yang begitu menyakitkan. Semua terasa kosong, sepi, dan berbagai harapan seakan berubah menjadi sesuatu yang tidak ada.

Ramadan saat itu jadi berwarna abu-abu, lebaran diisi dengan air mata. Berbagai penghiburan seakan terbang di langit, saya butuh waktu lama untuk bisa tersenyum dan menyadari bahwa warna langit biru cerah. Waktu yang membuat saya yakin, sesedih apapun peristiwa akan terlewati dengan baik-baik saja jika kita menjalani dengan baik. Seperti sebuah janji Allah SWT yang tertera dalam surah Al-Insyirah ayat 5-6


May 08, 2020 21 komentar

Hampir semua orang tidak pernah membayangkan terkurung dalam rumah, tidak berinteraksi dengan sekeliling, dan sanak family selama berhari-hari. Bahkan saat ini hampir dua bulan saya sekeluarga hanya #dirumahaja. Bisa dibayangkan bagaimana kami mencoba beradaptasi dengan kondisi seperti ini, terutama anak-anak?



Mba Lintang si sulung kelas 8 yang biasa sekolah dari pagi hingga sore, beraktivitas dengan berbagai eskul, menikmati masa-masa berteman dengan teman-teman seusianya di sekolah. Begitu juga Mas Pijar yang masih duduk di kelas 5  SD, penggemar eskul bola dan marawis yang selalu aktif dan hanya hari minggu bisa longgar di rumah. Belum lagi Pendar yang akan masuk TK B dan lagi senang-senangnya berteman dengan teman-teman sebayanya. Tiba-tiba semua harus di rumah saja selama hampir dua bulan ini.

Awalnya mereka merasa senang karena bisa bebas sekolah di rumah sambil goleran, ngemil, dengerin musik. Tapi lama-lama mereka mulai bosan, melakukan hal aneh-aneh dari manjat-manjat rumah, berantakin rumah, sampai berantem dan berantem. Rumah bagai kapal perang dan arena hajatan yang bising, hahah. Sukses, saya dan suami sutris.



Sebab sesungguhnya saya dan suami capek banget di rumah saja menghadapi anak-anak full 24 jam setiap hari, berhari-hari. Cucian piring jadi banyak, rumah cepat kotor, masak jadi berkali-kali, mulut sering ngomel, wkwkkw. Susah istirahat di kamar karena anak keluar masuk, gak ada masa tenang kecuali mereka sudah tidur. Itu pun malam banget karena sekolah online membuat anak-anak merasa bebas bangun agak siang, fiuuuh.
May 01, 2020 2 komentar

Hampir dua bulan sejak diumumkannya kasus virus Corona atau Covid 19 ada di Indonesia, kini pasien Covid 19 sudah mencapai 9.096. Jumlah yang tidak saya bayangkan sebelumnya. Bahkan di lokasi saya tinggal yakni Depok sudah menjadi zona merah, dan merupakan wilayah yang pertama kali didapatkan pasien Covid 19. Sempat trending topik di twitter waktu itu, sekitar awal Maret dengan hastag lockdown Depok.

Saat itu saya ingat betul, bagaimana perasaan kawatir yang merujuk kecemasan luarbiasa melanda saya. Maklum selama ini saya mengikuti berita Virus Corona di Wuhan, dan tidak membayangkan sama sekali kalau akan terjadi di Indonesia. Begitu ada kasus pasien Covid 19 di Indonesia, cepat saya googling sehingga perasaan cemas jadi semakin bertambah. Terlebih semua group WA yang saya ikutin, hampir semuanya membahas wabah corona.

sumber pic:: Pixibay

Saya langsung waspada dengan membeli suplemen kesehatan, masker, sabun cuci tangan, keluar dan masuk rumah melalu ritual cuci kaki-tangan, mandi, dan ganti baju. Pokoknya semua imbauan dari pemerintah maupun tenaga medis saya ikuti, tapi suatu hari saya merasa tenggorokan sakit.

Awalnya hanya seperti tidak nyaman, lalu menyusul sakit saat menelan makanan dan minuman. Wah, saya langsung teringat salah satu ciri-ciri terkena Covid 19 yaitu sakit  tenggorokan. Mengingat itu, lemas rasanya seluruh tubuh. Saya sampai mengingat-ingat sudah pergi kemana saja selama bulan Februari-Maret itu, jadi semakin lemas saat ingat sekitar akhir Februari dan awal Maret saya menghadiri beberapa acara, berinteraksi dengan banyak orang, juga naik commuterline yang berdesak-desakan. Apakah saya terkena Covid 19?
April 29, 2020 4 komentar

Menulis novel buat saya seperti panggilan jiwa, betapa pernah saya merasakan gelisah karena tidak bisa menuliskan ide yang sudah memenuhi kepala. Dan, ketika bisa menuliskannya ada perasaan longgar yang menyenangkan. Maka dari itu saya pernah mengatakan, bahwa sesungguhnya menulis adalah candu. Tapi ketika kebiasaan menulis itu ditinggalkan, atau semakin ditinggalkan candunya bisa mengikis perlahan. Tidak percaya?

Saya mengalaminya, dimana semua berawal secara perlahan. Meski pun ada rindu tidak sekuat dulu. Pernah pula rindu itu seperti hilang, dan terlupakan. Namun jika memang penulis adalah panggilan jiwa, yang hilang pasti akan kembali. Kuncinya adalah tetap setia berusaha untuk menulis. Meski mungkin setelah lama meninggalkan akan terasa kaku dalam menyusun kata demi kata.



Jadi jika kalian memiliki jiwa menulis novel, tidak hanya menulis novel sih, tapi juga bisa passion yang lain seperti membuat komik atau menulis cerita dalam bentuk komik misalnya, jangan pernah membiarkannya lama tidak melakukan aktivitas menulis novel atau pun membuat komik, dan aktivitas lainnya. Karena sewaktu-waktu bisa saja menghilang dari diri kalian, hehehe. Apalagi sekarang di era digital ini sudah banyak media yang mendukung passion di bidang menulis novel dan menulis cerita dalam komik.

Jauh berbeda pada masa saya dulu, dimana era digital belum seperti sekarang, menulis adalah kerja keras untuk bisa menjadi sebuah buku dan dibaca banyak orang. Saya harus bisa menembus editor penerbit yang melalui berbagai tahap, tidak sekedar naskah yang diedit tanda bacanya. Tapi juga alurnya, diksinya, konfliknya, hingga  apakah naskah tersebut memiliki tema yang menjual di kalangan pembacanya atau tidak?

Maka ketika sebuah karya akhirnya menjadi buku atau diterbitkan oleh penerbit besar, berjajar di rak buku, apalagi masuk dalam barisan buku laris merupakan kebanggan tersendiri. Dibalik itu semua banyak penulis pemula yang gugur ditengah jalan karena kerasnya perjalanan menjadi penulis yang memiliki buku dan diterbitkan oleh penerbit mayor. Namun kini, tidak lagi demikian sulit, karena era digital lebih mempermudah mimpi seseorang menjadi penulis. Salah satunya adalah platform media sosial bernama Kwikku.

Yuk, kita lebih lanjut mengenal Kwikku!

April 25, 2020 43 komentar
Newer Posts
Older Posts

Followers

Featured Post

Me Time Ala Ibu Rumah Tangga Bersama Dr Teal’s

Sebelum saya curhat panjang lebar, boleh dong tanya, apakah kalian sudah mengenal serangkaian produk Dr Teal’s?  Sebenarnya sih kalau meli...

About Me


Just Married


Tentang Aku

Tentang Eni Martini

Tentang DUNIAENI

Read More

Follow Us

Community Blogger

ConnectingMamaCommunity
MOM Bloggers. Community
Blogger Perempuan, Network
Blogger Croni,
Kumpulan Emak Blogger Indonesia
Indonesia Hijab Blogger
Warung Blogger
Hijab Influencers Blogger Indonesia

Created with by ThemeXpose