Freelancer butuh
asuransi dengan premi terjangkau
Tahun 2010, tepatnya setelah memiliki anak ke dua saya dan
suami memutuskan untuk menjadi freelancer.
Tentu saja ini keputusan yang tidak hanya membuat orang sekitar kami heran,
tetapi orangtua kami pun sangat tidak setuju dan menanggap kami main-main dalam
rumah tangga. Tetapi keputusan ini kami ambil dengan banyak pertimbangan.
Asyiknya kerja freelancer |
Salah satu pertimbangannya karena bisa lebih mengasuh anak
berdua dengan ritme waktu yang kami sesuaikan. Kami memang memiliki usaha
sendiri meski tidak besar, sementara saya memiliki keahlian yang bisa
menghasilkan materi sambil mengasuh anak-anak. Saat kami berdua terikat jam kantor
waktunya banyak tersita, setelah menjadi freelancer kami seperti dua orang
merdeka yang banyak bebas menentukan waktu.
Dan, karena sudah tidak ada tunjangan dari kantor maka kami
memutuskan untuk memiliki asuransi, namun menjadi freelancer seperti hidup dalam jet coaster, kadang menanjak dasyat,
kadang menurun parah. Pernah kami menunggak pembayaran premi yang justru
memberatkan, bahkan sampai tidak bisa membayar dua tagihan asuransi dalam kurun
waktu setahun. Hingga akhirnya suami memutuskan untuk memutus kontrak dengan
salah satu asuransi, tentu saja kerugiannya sangat banyak.
Uang sudah masuk puluhan juta, hanya kembali sekian. Suami
sempat mengajukan rembes dua kali saat berobat jalan. Tapi mau bagaimana lagi,
saat itu kondisi tidak memungkinkan untuk membayar dua tagihan asuransi. Sempat
terlintas dalam pikiran kami, kalau saja ada asuransi yang memiliki premi
terjangkau, tidak memberatkan saat kondisi kami menurun. Memang kami memiliki
BPJS saat ini, tetapi BPJS hanya menghandle untuk kondisi tertentu yang memang
sesuai dengan peraturan pemerintah.
Dulu saya dan suami punya beberapa asuransi dengan nilai premi
terkecil sebulan sebesarr Rp250.000 dan terbesar Rp500.000, jika kondisi
penghasilan kami sedang menurun ditambah banyak biaya-biaya lain. Otomatis
pembayaran premi jadi memberatkan dan akhirnya bisa terjadi memutuskan hubungan
kontrak. Hal ini tidak ingin kami alami lagi, mengingat kerugiannya besar buat
kami.
Tetapi tidak memiliki asuransi tanpa ada tunjangan juga
membuat cemas, karena pernah tahun 2012 saat alm anak kami masuk ICU dengan
biaya besar harus tersedia chas dari saku pribadi rasanya dunia
gonjang-ganjing, karena saat itu kondisi finance
kami sedang buruk.
Apakah pikiran kami juga dirasakan oleh para pekerja
semacam kami? Berangan memiliki asuransi dengan
premi kecil sehingga kondisi apapun masih terjangkau, membuat pikiran tenang
dan tidak terbayang-bayang asuransi
putus di tengah jalan, karena asuransi putus di tengah jalan itu kerugiannya
dasyat loh.