Angka Pengangguran di
Indonesia
Jika ditanya, banyakkah pengangguran di Indonesia? Rasanya
tidak perlu riset mendalam karena dengan melihat sekeliling kita sudah bisa
dihitung berapa pengangguran, ini real. Sebagai contoh kecil saja, saat rumah
saya di Jagakarsa tetangga ada 5 anak lulusan SLTA kejuruan menganggur, ini
untuk usia muda dan hanya tetangga kiri-kanan. Mereka mengandalkan ijazah
kejuruan tingkat atas dan menganggur.
Sementara untuk kalangan usia dewasa atau sudah menikah ada
sekitar 6 kepala rumah tangga dalam usia produktif menganggur atau tidak
memiliki pekerjaan tetap. Jika mau berhitung dalam ruang lingkup lebih besar
lagi, tidak perlu satu RT jumlah pengangguran bisa dipastikan cukup banyak
lagi.
Berdasarakn catatan BPS (Badan Pusat Statistik) hingga
Februari 2017 Indonesia memilik Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sekitar
5.33% atau kurang lebi 7,01 juta. Meski ada penurunan 0,28% dilihat dari data bulan
Agustus 2016 dan turun 0.17% dibanding Februari 2016., tetap menjadi PR besar
bagi pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran di negara ini.
Lalu apa penyebab angka pengangguran di Indonesia demikian
banyak, padahal sebenarnya lowongan pekerjaan di perusahaan atau kantor-kantor
cukup banyak? Atau bahkan lapangan pekerjaan bisa dibuka sendiri akan lebih
bagus. Kita tidak harus melamar dari satu kantor ke kantor, kita juga bisa
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, misalnya buka bengkel motor.
Jawabannya adalah salah satunya kurangnya sumber daya atau
keahlian yang dimiliki secara maksimal, rata-rata mereka mengandalkan ijazah
dan keahlian seadanya. Hal ini jangankan membuka lapangan pekerjaan sendiri,
melamar kerja pun akan sulit karena perusahaan atau kantor hanya menerima
tenaga kerja yang benar-benar kompeten. Apalagi pelamar kerja sangat banyak,
kalau tidak benar-benar kompeten Anda hanya akan tenggelam dan terus tenggelam.
Saya sendiri dulu bekerja lalu seiring usia dan kondisi sudah
menjadi ibu rumah tangga maka memilih resign, namun saat resign usia saya masih
produktif. Alhamdullilah dengan
keahlian yang saya miliki, yaitu menulissaya masih bisa terus bekerja hingga
usia kepala empat. Meski bekerja disambi di rumah, ini adalah pekerjaan rutin
yang memiliki omzet pribadi sehingga saya sudah menjadi bagian dari mengurangi
angka pengangguran di Indonesia.
Keahlian menulis itu selain otodidak saat masih bekerja saya
memperdalam dengan ikut beberapa pelatihan atau workshop jurnalistik, salah
satunya di Politeknik Negeri Jakarta. Tapi tentu tidak semua orang bisa
memperdalam keahliannya dengan ikut pelatihan atau workshop berbayar karena
soal budget.
Angka pengangguran kebanyakan atau didominasi oleh masyarakat menengah ke bawah, karena itu bagaimana solusinya?