Sebagian
besar Ibu sudah familiar dengan istilah speech delay, namun ada juga yang belum
memahami dengan benar. Sehingga ketika anak tidak bisa bicara dengan baik
seperti teman seusianya, langsung
khawatir anak menderita speech delay.
Seperti yang pernah saya alami dulu, ketika Pendar tidak bisa bicara selancar
kakak-kakaknya, saya langsung panik.
Sebab
kakak-kakaknya Pendar bicara dengan baik sesuai dengan tahap usianya, sementara
Pendar bicaranya tidak jelas. Cenderung salah dalam pengucapan, sebagai Ibu
yang awam saya langsung berpikir, jangan-jangan speech delay. Apalagi dibanding kakak-kakaknya, Pendar termasuk
anak yang sedikit temperamen, mengalami tantrum.
Saat itu
saya berpikir, apa karena Pendar sulit mengutarakan keinginannya dengan
kata-kata sehingga tantrum? Berangkat dari pemikiran ini saya konsultasi ke
dokter anak, dokter memeriksa mulut dan lidah Pendar, mewawancarainya, ternyata
permasalahan Pendar hanya karena dia terbiasa berkomunikasi meniru suara-suara
bayi. Biasa kakak-kakaknya mengajak komunikasi adiknya dengan suara dibuat-buat
seperti bayi, bukan masuk speech delay.
Sementara
tantrumnya karena Pendar termasuk anak yang ingin didengarkan dengan fokus,
jika saya, ayahnya, atau kakak-kakaknya mengabaikannya ini akan memancing
emosinya. Pendar merasa apa yang dikatakannya tidak dipahami dengan baik, jika
ini dibiarkan berlarut akan menyebabkan anak sering tantrum.
Meski ada
PR untuk memperbaiki emosi Pendar, mengubah sikap kami agar lebih fokus,
perhatian, dan mengajarinya bicara dengan artikulasi yang benar. Saya merasa
lega anak saya tidak menderita speech
delay, sehingga kini Pendar memasuki usia sekolah dapat berjalan dengan
baik. Jadi sebenarnya speech delay
itu apa ya?