Siapa
yang suka berkebun? Secara psikologi kegiatan berkebun memiliki manfaat,
seperti yang dikatakan Tim Lang, Phd, seorang professor kebijakan pangan di
City University London, melakukan kontak langsung dengan tanaman dan lingkungan
alam dapat meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraan mental.
Nah,
makanya pandemi ini booming sekali masyarakat kita berkebun, sampai sempat hits
dunia pertanaman hias dengan harga melangit, dan mendatangkan banyak rejeki
untuk semua penggiat tanaman, salah satunya saya dan suami. Kali ini yang akan
saya ceritakan bukan tanamannya, tapi tentang kegiatan berkebunnya atau mendapat berkah dari kebun.
Orangtua Saya Urban farming
Berkebun
merupakan kegiatan yang saya kenal sejak kecil, karena ibu saya sangat suka
berkebun. Baik buah, sayur, dan tanaman hias. Di rumah orangtua saya dipenuhi
tanaman hias aneka rupa, pohon buah-buahan ada jambu batu, mangga, sirsak,
alpukat, pepaya, jeruk, dan sayuran dari mulai cabe sampai daun ubi.
Sejak
kecil pula saya sudah merasakan beragam buah dan sayur hasil panen, selain
diolah atau dikonsumsi sendiri, ada yang dijual, dan dibagikan ke tetangga. Mengharukannya, rumah
orangtua saya di Kota Jakarta, Ibu saya merupakan bagian dari urban farming
dengan memperdayakan halaman rumah, dan teras kami jadi kebun. Sampai rela
tidak dibatu, sehingga kalau hujan jejak tanah membekas di sekitar rumah kami.
Sebagai balasannya alam memberi kami berkah dari kebun kecil Ibu.
Kebiasaan
berkebun ini pun ternyata berlanjut hingga saya menikah, kebetulan suami yang
besar di Kota Yogyakarta juga dibesarkan dalam lingkungan yang suka berkebun,
selain bersawah. Jadi bertemulah kesamaan berkebun ini, sehingga meski rumah
kami tanpa kebun, hanya lahan teras seluas 3x2 meter, kami sulap jadi kebun
kecil yang berisi tanaman hias, dan tanaman pangan.
Baca : Berkebun di Teras Mungil