Setelah 7 tahun vacum tidak menulis novel, akhirnya tahun 2021 ini saya putuskan untuk kembali ke dunia yang sudah saya rintis sejak remaja. Begitu cinta dengan menulis fiksi, dulu membuat saya sampai menghabiskan malam menuju pagi demi untuk menghasilkan sebuah karya yang dibukukan oleh penerbit mayor.
Ketika tulisan selesai,
menjadi buku, dan terpanjang di barisan toko buku, rasanya ada kebahagiaan
tersendiri. Begitu juga saat pembaca meminangnya, dan memberikan apresiasi yang
apik. Memicu untuk terus menulis yang terbaik, menghasilkan cerita yang yang
membuat pembaca menemukan makna di dalamnya.
Tapi mengapa saya berhenti
menulis fiksi hingga 7 tahun lamanya?
Tepat tahun 2012, saya
kehilangan putra ke tiga, alm Gibran. Perasaan bersalah begitu memilin hati,
cukup lama saya habiskan untuk menyalahkan diri, sulit untuk memaafkan. Hingga
tahun 2014 saya hamil anak ke tiga, melahirkan seorang bayi laki-laki yang saya
beri nama Pendar. Saat itu rasanya hati yang luka terobati, membuat saya memutuskan
untuk fokus menjadi ibu bagi anak ke empat ini. Saya tinggalkan dunia menulis
fiksi.
Setahun fokus mengasuh
Pendar, kemudian saya tertarik dengan menulis di blog. Menulis resep-resep
MPasi Pendar, berikut tumbuh kembangnya, yang menjadi rujukan para ibu untuk
mencari resep MPasi terbaru yang disarankan WHO saat itu, yakni MPasi MenuTunggal, dan MPasi 4 Bintang.
Dari menulis organik
seputar dunia anak, atas saran teman, saya merambah menulis iklan, seperti review
produk. Maka blog saya pun dibelikan domain, menjadi www.duniaeni.com tahun 2015. Menulis di blog
lebih ringan, karena jumlah katanya tidak banyak, tidak terlalu membuat saya
berpikir keras seperti ketika merenda kisah dalam novel.
Intinya dengan menulis
blog, saya masih punya banyak waktu mengasuh anak. Sesekali ikut even blogger sebelum
pandemi, yang kadang bisa membawa anak. Ternyata menulis di blog dan menjadi
blogger membuat saya enjoy, tapi tanpa disadari kerinduan menulis cerita fiksi,
membuat novel, menumpuk di dalam hati.
Kembali Menulis Novel Fiksi
Hingga akhirnya sekitar bulan Maret, saya
memutuskan untuk menulis novel di platform setelah di bungsu berusia 3 tahun,
sebab sejak pandemi geliat buku fisik menurun parah. Banyak toko buku
kesayangan yang tutup, buku-buku diterbitkan tidak semeruyak sebelumnya,
ditambah memang era digital memasuki dunia, sehingga masyarakat pecinta buku
banyak yang beralih ke buku digital.
Tapi asli, sebenarnya
saya rindu aroma kertas. Ada sensasi sendiri ketika tulisan kita diabadikan
dalam buku fisik, kalau kata Kang Maman-Penulis, buku fisik lebih indah karena
bisa dipeluk. Buat saya, buku fisik lebih memabukkan karena jejak aromanya
tercium sampai ke hati. Namun sebagia manusia modern, saya jug tidak ingin
ketinggalan ikut berperan dalam era digital, maka tayanglah beberapa novel saya
di sebuah aplikasi novel.
Tidak sekedar menulis,
saya juga mengikuti lomba menulis novel yang diadakan platform tersebut, lomba
yang bertajuk Inspiring Story dengan salah satu jurinya Ahmad Fuadi- Penulis
Negeri 5 Menara, di mana nanti novel yang kita tulis harus bisa memberikan
inspirasi bagi pembacanya. Alhamdullilah, saya meraih juara Favorit 3 dengan
judul : BERPISAH UNTUK BAHAGIA, dan novel tersebut diterbitkan dalam bentuk
buku fisik.
Spesial Harbokir dari JNE
Dan, November ini novel
tersebut sudah selesai cetak, siap di kirim ke pembaca yang memesannya. Nah,
ternyata saya mendapat info dari ekspedisi JNE yang sedang merayakan HUT JNE
ke-31 yang bertema ‘Maju Indonesia, JNE ada Harbokir alisan Hari Bebas Ongkos
Kirim, khusus member JLC, dan saya sudah jadi member JLC dong. So?
Jadi tunggu apa lagi,
jangan abaikan moment indah ini, dan tunggu novel terbaru saya singgah di rumah
kalian, salam penuh cinta. Sekedar info, Berpisah untuk Bahagia dengan
ketebalan 317, bisa dipinang dengan harga 85 ribu rupiah.